Peran Generasi Z dalam Menghadapi Situasi Nasional

  • Bagikan

Front Millenial Jabodetabek (FMJ) merupakan forum diskusi yang berisikan elemen mahasiswa dan pelajar yang berdomisili di Jabodetabek.

Baru-baru ini FMJ menggelar agenda diskusi yang di dalam isiannya membahas, merancang, serta berdiskusi tentang situasi nasional yang terjadi di indonesia pada era Generasi Z saat ini.

Tak luput juga didampingi oleh aktivis era 60, 70, 80, 90-an yang ikut serta dalam mementoring jalannya acara diskusi tersebut.

Bertempat di Megamendung (Bogor) acara forum diskusi ini diselenggarakan tiga hari dua malam yang terdiri dari tiga belas kampus dan tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Tiga belas kampus yang terlibat berasal dari UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta), UNPAM (Universitas Pamulang), UMRI (Universitas Muhammadiyah Riau), UPN (Universitas Pembangunan Nasional), Universitas Mercu Buana, UMT(Universitas Muhammadiyah Tangerang), UKI(Universitas Kristen Indonesia).

Selanjutnya ada UNINDRA (Universitas Indra Prasta), BSI (Bina Sarana Informatika), UNJ (Universitas Negeri Jakarta), UT (Universitas Terbuka), UAI (Universitas Al-Azhar Indonesia), Universitas Binawan, dan tiga sekolah yang ikut serta, yakni SMK Tri-Arga, Asy Syukuriyyah(Tangerang), dan STAI Al-Aqidah.

Forum tersebut membahas materi tentang kondisi indonesia saat ini yang cukup krisis dalam segi ekonomi, demokrasi, infrastruktur, korupsi dan hutang dalam negeri maupun dalam negeri.

Ubedilah Badrun (Akademisi, Aktivis serta pendiri FKSMJ 96) yang hadir dalam agenda tersebut menyebutkan bahwasa ekonomi di indonesia dari tahun 2016 sampai sekarang ini mengalami kenaikan kapasita yang cukup drastis.

Pada tahun 2016 pendapatan kapasita negara anjlok sekitar (2,46%) dan di tahun 2020 ini, dihitung dari data statistik semakin turun sebanyak (6,09%).

Artinya lebih banyak pengeluaran dibandingkan pemasukan, Kenapa bisa anjlok? yang dikutip dari paparan tersebut bisa dilihat jelas tentang Infrastuktur di era presiden Jokowi ini bisa dibilang tidak jelas.

Tentang pemindahan ibukota baru, dimana Indonesia sendiri ini mempunyai hutang dari negara lain sekitar 6.570 Triliun dan ditambah Hutang BUMN sekitar kurang lebih 8 Triliun.

Jadi total hutang negara ini sekitar 13 Triliun kurang lebih untuk luar negeri maupun dalam negeri. Alasan pemindahan ibukota ini juga sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya lebih dalam apa alasannya dan apa dampak dipindahkan ibukota baru dalam program Presiden Jokowi dalam bidang Infrastruktur.

Menjadi pertanyaan saat ini, kapan hutang di negara ini bisa lunas? Tentu tidak bisa lunas jika indeks presentase ekonomi dan penaikan kapasita hutang yang kian melambung tiap tahunnya jika seperti ini terus menerus, dan lebih buruknya lagi sebagai generasi Z ini sendirilah yang ‘katanya’ secara tidak langsung yang akan membayar hutan-hutang tersebut entah itu dari kenaikan pajak dan sebagainya.

Karena sejatinya bangsa ini hanya butuh makan bukan vaksin, dan Covid-19 ini berkepanjangan bisa disebabkan karena adanya permainan pemerintah itu sendiri yang bisa dikatakan pengalihan isu seakan-akan masyarakat ini dibuat lupa/buta akan kondisi negara saat ini dan hanya terpaku mementingkan perut mereka masing-masing.

Juga, tentang korupsi di Indonesia yang dipaparkan oleh Ubedilah Badrun, presentase korupsi di Indonesia mengalami penaikan ditahun 2016-2020 dari 37% Menjadi 40%, entah itu dari kasus korupsi bansos, jiwasraya dan sebagainya.

Adapula hutang diluar negeri juga bertambah yang sebelumnya (2.440 Trilliun) menjadi (6.625,43 Trilliun) (artinya mengalami kenaikan sekitar 4.2T). Sementara untuk Indeks persentase kebebasan demokrasi turut turun diangka (0,18%), dimana kebebasan demokrasi di Indonesia yang sebelumnya (6.48%) menjadi (6.30%).

Dengan berbagai aspek yang ditimbulkan entah itu pembungkaman dalam bersuara, pembatasan karena UU ITE dan sebagainya, serta yang terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia turut turun sekitar (7,09%) yang sebelumnya di angka (5,02%) menjadi (-2,07%) dengan berbagai aspek yang ditimbulkan.

Penulis : Maula Muhammad Ghulam, merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta

  • Bagikan