Lahirnya UU TPKS, GMNI Kaltim: Harus Terus Dikawal

  • Bagikan
Ketua Bidang Pergerakan Sarinah DPD GMNI Kaltim, Maulidia Rani.

SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan secara resmi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, Selasa (12/4/2022).

“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Ketua DPR selaku pemimpin rapat.

“Setuju,” jawab peserta rapat diikuti ketukan palu sidang sebagai tanda persetujuan.

Menanggapi lahirnya UU ini, Ketua Bidang Pergerakan Sarinah GMNI Kaltim Maulidia Rani menilai hal tersebut merupakan satu bentuk kemenangan bagi para korban kekerasan seksual, yang dalam rentang waktu 10 tahun terakhir bersama seluruh elemen yang turut membantu, tetap konsisten dalam perjuangan dan terus mengawal terpenuhinya hak-hak korban kekerasan seksual yang tidak sedikit jumlahnya.

Terlebih, kata dia, dalam negara yang masih didominasi pemikiran patriarki, serta rendahnya angka pendidikan dan kesejahteraan masyarakat membuat masih sering terjadi objektifikasi dan pelekatan stigma.

Baik dominan yang ditujukan terhadap kelompok perempuan, pun juga terhadap kelompok laki-laki dari berbagai usia dan kelas sosial yang menyebabkan rentan terjadinya kekerasan seksual baik pada ruang privat seperti keluarga maupun ruang-ruang publik.

UU TPKS yang berasal RUU PKS menurut mahasiswa Universitas Balikpapan ini telah menorehkan banyak atensi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga berbagai elemen masyarakat.

“Walau harapan saya draf dalam RUU PKS tidak dirubah karena termuat substansi yang lebih merinci, namun UU TPKS sudah cukup untuk dapat melindungi dan memenuhi hak korban kekerasan seksual,” ucap Rani.

Dirinya pun menghimbau kepada semua pihak agar pengawalan tidak sampai hanya pada pengesahan UU TPKS namun harus terus dikawal agar dapat menghadirkan kebermanfaatan hukum yang adil dalam melindungi korban kekerasan seksual.

“Kita harus berjuang hingga terbentuknya ruang aman di seluruh penjuru negeri, terciptanya tatanan masyarakat yang merdeka untuk mengembangkan potensi terbaik dirinya dan kesejahteraan umum yang bebas dari diskriminasi,” tegasnya.

Senada dengan Rani, Sekretaris Bidang Pergerakan Sarinah Dea Sastika menilai disahkannya UU TPKS merupakan angin segar. Menurutnya meski perjuangan untuk menghapuskan kekerasan seksual masih panjang tapi disahkannya UU yang berpihak terhadap korban merupakan langkah awal.

Salah satu hal yang menurutnya berpihak terhadap korban yakni dengan adanya dasar hukum UU TPKS maka seluruh kasus kekerasan seksual harus diproses secara hukum.

“Tidak boleh lagi para korban takut melapor karena tidak diindahkan oleh pihak berwajib,” ungkapnya.

Perbedaan dengan sebelumnya kasus kekerasan seksual membutuhkan dua alat bukti sah sebelum menetapkan tersangka. Kini melalui UU TPKS hanya cukup menghadirkan keterangan saksi atau korban serta 1 alat bukti.

“Ini akan memudahkan pelaporan,apalagi kasus perkosaan sangat sulit bagi korban untuk membuktikan kasus yang dialami. Tinggal kita mengawal dalam implementasi,” tutup Dea.

  • Bagikan