presiden tidak berwenang mengambil inisiatif pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur, termasuk Mendagri juga tidak berwewenang untuk bertindak memberhentikan bupati dan walikota termasuk wakilnya
JURNALTODAY.ID JAKARTA – Yusril Ihza Mahendra angkat bicara, terhadap banyaknya komentar agar Mendagri mengambil tindakan, bila perlu pemberhentian kepala daerah yang abai terhadap Protokol Kesehatan, berdasarkan Instruksi Mendagri 6/2020 tentang penegakan Protokol Kesehatan untuk pengendalian penyebaran Covid-19.
“Instruksi Mendagri 6/2020 tidak dapat menjadi dasar memberhentikan kepala daerah yang tidak melaksanakan seluruh perundang-undangan terkait penegakan protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi Covid-19,” ungkap pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada media, di Jakarta, Kamis (19/11/20).
Dalam UU 10/2004 yang kemudian diganti UU 12/2011 dan kemudian diubah UU 15/2019, tidak dicantumkan Inpres sebagai salah satu bentuk perundang-undangan. Hal tersebut dapat mengakhiri keragu-raguan tentang status Inpres yang sangat banyak diterbitkan pada zaman presiden Suharto.
“Adanya ancaman kepada kepala daerah dalam Instruksi Mendagri 6/2020 bisa saja terjadi. Namun proses terjadinya pemberhentian kepala daerah tetap harus berdasarkan pada UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,” Yusril menjelaskan lebih lanjut.
Kepala Daerah yang ditetapkan oleh Komisi Pemilhan Umum (KPU) sebagai pemenang pemilu tidak dapat dipersoalkan apalagi ditolak oleh Pemerintah Pusat. Posisi Presiden dan Mendagri tinggal menerbitkan keputusan tentang pengesahan pasangan gubernur atau bupati/walikota terpilih dan melantiknya.
“Dengan demikian, presiden tidak berwewenang mengambil inisiatif pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur, termasuk Mendagri juga tidak berwewenang untuk bertindak memberhentikan bupati dan walikota termasuk wakilnya,”tegas Yusril Ihza Mahendra(*)