Terkait Implementasi Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021, Daralead Ajak Gerak Bersama

  • Bagikan

SAMARINDA – Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud ristek) Nadiem Makarim meminta perguruan tinggi untuk membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) tahun ini disambut baik oleh para pegiat isu perempuan.

Monalisa dari Daralead mengungkapkan bahwa adanya Permen No 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekeras Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan angin segar serta kemenangan untuk korban, dan orang-orang yang menyuarakan anti kekerasan seksual.

“Kami sangat antusias untuk mengawal, sejak pertama kali mendengar adanya RUU ini, karena di tengah ketidakpastian hukum soal kekerasan seksual di Indonesia akibat RUU PKS yang tidak kunjung disahkan, tiba-tiba Permen ini hadir,” tuturnya.

Mengenai keinginan Menteri Nadiem agar seluruh kampus membentuk Satgas PPKS tahun ini, dia mengingatkan bahwa sebelumnya, Nadiem juga sudah menjelaskan bahwa salah satu bagian dari implementasi permen ini, yakni pembentukan satgas.

Bagi kampus mengabaikan, akan berdampak pada penurunan akreditasi.

“Jadi, pembentukan Satgas ini wajib menurut permen tersebut,” sambungnya.

Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman ini juga mengingatkan bahwa dalam pembentukan Satgas, nantinya wajib melibatkan pihak mahasiswa.

Hal itu, sesuai dengan Pasal 27 Ayat (1) berbunyi bahwa keanggoataan Satuan Tugas berasal dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan, terdiri atas unsur: a. Pendidik; b. Tenaga Kependidikan; dan c. Mahasiswa.

“Artinya, bahwa Satgas ini harus memenuhi komposisi yang benar sesuai aturan yang sudah ada , yaitu isinya melibatkan seluruh civitas akademika dan harus melewati seleksi kriteria seperti yang tercantum di permendikbud ppks pada pasal 29 Ayat (2),” tandasnya.

Kondisi Di Universitas Mulawarman

Sementara itu, terkait pengawalan permen tersebut di lingkungan kampus di Kaltim, khususnya Universitas Mulawarman, Mona menuturkan adanya masa transisi kepengurusan organisasi intra kampus dalam beberapa waktu belakangan ini, menurutnya juga mempengaruhi masih kurang gencarnya sosialisasi terkait permen ini.

“Pendiskusian soal permendikbud itu sendiri di dalam kampus, masih sangat sepi dan mungkin yang menjadi salah satu personal juga karena lembaga-lembaga kemahasiswaan sedang dalam masa transisi kepengurusan,” terangnya.

Meski demikian, bukan berarti tak ada respon apa-apa dari organisasi mahasiswa. Daralead sendiri pernah beberapa kali membuat diskusi soal permendikbud ini di dalam kampus dan di luar kampus.

“Hasil dari pendiskusian tersebut terbentuk sebuah Aliansi Samarinda Lawan Kekerasan Seksual yang di dalamnya tergabung beberapa lembaga intra dan ekstra kampus, dan yang menjadi salah satu tujuannya juga untuk mendorong implementasi permendikbud ini di kampus-kampus yang ada di samarinda,” jelasnya.

Pihak birokrat kampus sendiri, menurut Mona, juga sudah merespon terkait permen ini melalui Wakil Rektor III Encik Akhmad Syaifuddin yang saat itu mengaku bersyukur sebab pedoman untuk menyusun kebijakan dan pengambilan tindakan PPKS telah diterbitkan.

Kata dia, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni mengatakan bahwa permen ini nantinya dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan lingkup kampus Unmul.

“Tetapi setelahnya tidak ada langkah yang progresif terkait dengan statmentnya itu,” ungkapnya.

Mona berharap nanti dengan segala dinamika yang sedang tejadi di dalam kampus, seluruh civitas akademika bisa tetap sadar bahwa persoalan kekerasan seksual di kampus menjadi hal yang sangat urgent untuk di tanggapi.

“Karena kekerasan seksual sejatinya merupakan pelanggaran HAM berat kepada manusia. Dan semoga kita bisa Gerak Bersama untuk terus mengawal implementasi permendikbud ppks ini,” pungkasnya.

  • Bagikan