Taufik Iskandar Dedikasikan Diri Bangun Desa dengan Bertani

  • Bagikan
Taufik Iskandar, aktivis Tani Muda Santan

BONTANG – Taufik Iskandar (31) generasi muda yang memiliki semangat bertani meski di tengah kepungan indusrti pertambangan. Keinginan itu muncul akibat kondisi lingkungan daerahnya Desa Santan Ilir Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara, yang tak lagi baik seperti massa dimana sebelum masuknya perusahaan tambang.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 nya di Universitas ternama di Kalimantan Timur, ia tak berfikir seperti pemuda pada umumnya. Biasanya setelah selesai menyelesaikan pendidikan, mereka malah pergi keluar dari desa dan mencari pekerjaan yang layak di Kota. Namun berbeda dengan Taufik.

Pria berumur 31 tahun ini lebih memilih untuk kembali ke desa dan menjadi petani. Karena melihat budaya agraris yang selama ini menjadi penopang ekonomi masyarakat Desa Santan mulai terdegradasi.

“Agar kampung kita tak kehilangan jatidirinya sebagai desa yang selama ini menggantungkan sumber-sumber konsumsi langsung dari alam. Nilai nilai itu yang perlu kita jaga dan wariskan kepada generasi selanjutnya,” kata taufik saat dihubungin awak media belum lama ini.

Taufik juga menceritakan bahwa aktifitas bertaninya saat ini berawal dari proses yang panjang. Menurutnya ada empat fase dalam kehidupan masyarakat di Desa Santan yang menarik untuk di ulas dan dipelajarin. Dari fase-fase itulah yang akhirnya menciptakan watak keinginan membangun Desa dengan bertani.

Fase pertama, tahun 1970-an dimana masyarakat memiliki hubungan yang kuat dengan alam. Profesi sebagai petani dan nelayan menjadi tompangan utama masyarakat Desa Santan terdahulu. Terciptanya nuansa mandiri masyarakat yang memiliki pengetahuan pertanian dengan metode tumpang sari, selanjutnya masyarakat membangun area perkebunan atau pertanian dengan menggali irigasi air yang di sebut handil. Konsep itu dinilai efektif karena memudahkan para petani untuk mendapatkan air.

Selanjutnya masyarakat menggunakan sungai sebagai urat nadi mereka. Selain memenuhi kebutuhan dasar, sungai juga sebagai tempat transaksi ekonomi saat akses jalan darat utama belum dimiliki. Daerah Santan yang dulunya di sebut surganya tanaman kopi dan kelapa. Kini hanya tinggal menjadi kenangan semata. Bahkan hanya dengan hidup memanfaatkan alam mereka mendapatkan kebahagiaan dan mendapatkan strata kehidupan yang layak.

Fase kedua munculnya daya rusak alam karwna Industri pertambangan, sejak tahun 1995 ada upaya exploitasi sumber daya alam emas hitam atau batubara di temukan, hal itu menarik minaat perusahaan multi nasional untuk menambang di Desa Santan. Dan benar selang tiga tahun tepatnya tahun 1998 beroperasilah PT. Indominco Mandiri dengan status izin PKP2B dengan luasan konsesi 24.121 hektar.

Akibat dari beroperasinya industri pertambangan ini membuat sebagaian masayarakat memilih untuk meninggalkan profesi petaninya dan menjadi buruh di perusahaan tersebut.

Lebih lanjut taufik menjelaskan, daya rusak yang di akibatkan oleh aktivitas pertambangan membuat masyarakat desa Santan kehilangan sumber kehidupan mereka. Dari bencana banjir yang tak pernah mereka rasakan kini pun mereka rasakan. Belum lagi jumlah kerusakan yang di akibatkan oleh tambang yaitu hilangnya urat nadi masayarakat yaitu sungai karena sudah tercemar. Saat ini masyarakat untuk mendapatkan air bersih saja harus membeli dan menadah air hujan, karena air sungai udah tercemar dan tidak layak konsumsi.

Selanjutnya daya rusak yang diakibatkan ialah polusi udara, banyak dari sebagian masyarakat yang terkena penyakit pernafasan akibat debu dari Batu Bara. Lebih jauh lagi aktivitas pertanian yang juga mulai kehilangan pasokan air yang layak agar tanaman mereka tumbuh subur dan baik.

Fase ke tiga munculah perlawanan masyarakat yang menilai keberadaan tambang sebagai aktor utama dalam kerusakan lingkungan mereka. Setelah tanah dan udara mereka rusak, kali ini muncul rencana pada tahun 2015, PT. Indominco Mandiri ingin menambang sungai santan untuk meningkatkan produktifitas tambang mereka dari 16 juta MT menjadi 20 juta MT.
Sontak saja masyarakat menolak rencana tersebut, saat itu KEPMAS (Kesatuan Pelajar dan Mahasiswa Santan) dan HMKM ( Himpunan Mahasiswa Kecamatan Marangkayu) menolak akan adanya aktivitas tambang di sungai Santan.

Aksi yang di lakukan di depan kantor gubernur pada 2015 lalu mendapatkan jalan baik, karena Perlawanan itu didukung oleh Surat penolakan ditanda tangani Gubernur Awang Faroek Ishak dengan Nomor 660.2/5957/B.1.2/BLH/2015 perihal penolakan rencana relokasi Sungai Santan serta KLHK yang ikut menolak adanya aktivitas pertambangan.

Gerakan juga dilakukan dengan mengumpulkan seluruh KTP masyarakat Desa sebagai tanda penolakan aktivitas pertambangan di sungai Santan. Setelah berhasil menggagalkan rencana tersebut bukan berarti perjuangan menjadi terhenti.

Masuk ke fase keempat yaitu pemulihan lingkungan dengan membangun ekonomi tanding, Taufik dengan rekan kolektif lainya membentuk Komunitas yang bernama Tani Muda Santan sebagai wadah edukasi dalam menyusun konsep pemulihan kerusakan lingkungan dengan membangun ekonomi tanding.

Edukasi itu dikemas, sebagai perlawanan dengan menggunakan pendekatan budaya, dengan membuat festival sungai santan. Kegiatan itu dilakukan sebagai wujud refleksi dimana masyarakat di ingatkan kembali dengan memori ingatan tentang kejayaan masyarakat Desa Santan Sebelum adanya perusahaan.

Selanjutnya tak sampai situ saja, Tani Muda Santan juga meningkatkan pelatihan mereka untuk membangun ekonomi mandiri. Dengan memanfaatkan hasil tanaman masyarakat yang di kelola menjadi beberapa produk seperti, minyak kelapa, sabun mandi, komposer air dan minuman aneka rasa.
Produk itu menjadi alat kampanye masyarakat Desa Santan untuk menandingin ekonomi estraktif yang kapitalis tidak berpihak kepada masyarakat.

Di tengah pandemic Covid 19 pun tak membuat semangat Taufik rekan Komunitar Tani Muda Santan menjadi kendor, pasalnya saat ini mereka sedang melakukan aktivitas menanam tanaman di lahan garapan seluas dua hektar. Adapun beberapa tanaman yang di tanam ialah bahan pon-pon seperti jahe, lengkuas, kemiri , cabai dan buah-buahan seperti jambu biji.

Dari bangunan tersebut akan dikembangkan kawasan Desa Santan yang berpotensi menjadi daerah Agro Wisata dengan metode pemulihan lingkungan berbasis kerakyatan di tengah himpitan industrialisasi pertambangan. (Qy)

  • Bagikan