Serikat Rakyat Mandiri Indonesia (SRMI), Tuntut Pengusutan Skandal Bisnis PCR

  • Bagikan

JAKARTA – Setelah adanya laporan dari Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) terkait dugaan skandal bisnis Polymerase Chain Reaction (PCR) yang melibatkan sejumlah pejabat negara, kali ini giliran Serikat Rakyat Mandiri Indonesia (SRMI) yang angkat bicara.

Ketua Umum SRMI menyatakan bahwa sedari awal pihaknya sudah bersuara terkait persoalan ini. Menurutnya, terkait tes merupakan barang yang penting untuk mendeteksi tubuh yang terinfeksi virus dan memisahkannya dengan yang lain.

“Karena itu, seperti halnya vaksin, alat tes merupakan barang vital yang harusnya disediakan massal dan gratis oleh Negara. Dalam hal ini, PCR merupakan bentuk tes yang paling akurat,” tulis Ketua Umum SRMI Wahida Baharuddin Upa dalam pernyataannya.

SRMI menyayangkan sejak awal pandemi hingga gelombang kedua yang menjangkiti jutaan orang, dan membunuh ratusan ribu warga Negara, tes PCR diserahkan ke mekanisme pasar. Bahkan, harganya sempat mencapai di atas Rp 2 juta.

Mahalnya tes PRC turut memperburuk situasi pandemi di Indonesia. Ada banyak warga Negara, terutama kalangan Miskin, yang tak bisa mengakses tes itu. Tak sedikit warga miskin yang meninggal karena covid-19 tanpa sempat diketahui/dites.

“Di basis pengorganisiran SRMI, ada banyak kejadian kematian dengan gejala covid-19 yang terlambat tertangani karena keterlambatan pendeteksian/mahalnya tes PCR,” lanjutnya.

Selain itu, demi mengendalikan penyebaran covid-19, pemerintah memberlakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan. Masalahnya, dengan harga tes PCR yang selangit, sulit bagi rakyat untuk mengaksesnya.

Masih dari pernyataan tertulisnya, SRMI menegaskan bahwa di balik penyerahan tes PCR ke mekanisme pasar, ternyata ada penyelenggara negara yang diduga terlibat berbisnis tes PRC.

“PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), salah satu perusahaan penyedia jasa PCR, punya kaitan dengan dua pejabat penting di pemerintahan Jokowi: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir,” tegas SRMI.

Kedua pejabat itu juga merupakan pejabat penting di Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN), sebuah komite bentukan Presiden untuk memimpin penanganan pandemik di Indonesia.

SRMI mendugaan keterlibatan kedua Pejabat Negara itu dalam bisnis PCR sangat melukai rasa kemanusiaan. Bisnis PCR di tengah pandemi bukan hanya memperburuk situasi pandemi, tetapi juga merampok uang rakyat.

Selain itu, keterkaitan dua pejabat Menteri itu dalam perusahaan yang berbisnis PCR merupakan bentuk benturan kepentingan. Dan kita ketahui bersama, benturan kepentingan merupakan pintu masuk bagi korupsi. Ini memunggungi mandate Reformasi 1998 tentang pemerintahan yang bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Dari catatan-catan tersebut, SRMI pun mengeluarkan sikap mendukung langkah DPP PRIMA yang telah melaporkan kasus dugaan bisnis PCR yang melibatkan pejabat Negara ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

SRMI juga turut mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan pendekatan hukum yang independen dan transparan, serta menuntut Presiden Joko Widodo untuk menggratiskan tes PCR untuk seluruh rakyat Indonesia.

  • Bagikan