PRIMA Tolak Rencana Kenaikan PPN dan Pajak Sembako

  • Bagikan
Juru Bicara DPP PRIMA, Farhan Abdillah Dalimunthe

JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, mengenakan pajak pada sektor pendidikan, serta opsi pungutan pajak untuk sembako menuai polemik. Salah satunya dari Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), yang memberikan kecaman keras terhadap rencana tersebut.

“Ditengah masyarakat yang sedang mengharapkan keadilan dan kesejahteraan, pemerintah justru mengampuni orang-orang kaya dengan Tax Amnesty dan memajaki rakyat kecil. Ini sangat tidak adil,” ujar Juru Bicara DPP PRIMA, Farhan Abdillah Dalimunthe.

Baginya jika rencana ini diberlakukan, maka semakin membuat sistem perpajakan tidak adil. Rakyat biasa, kaum 99 persen, akan semakin tertekan daya belinya. Ini karena sebagian pendapatan masyarakat biasa adalah untuk sembako.

Sementara dilain sisi, orang-orang kaya terus menerus dimanja oleh pemerintah. Selain dengan penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil dan rumah mewah, penghapusan pajak kapal mewah, kaum 1 persen juga akan mendapatkan pengampunan pajak (Tax Amnesty) Jilid II.

“Ekonomi sedang berat, jangan bebankan ke rakyat kecil!”, cetusnya.

Menurutnya, pelemahan daya beli masyarakat juga akan membuat ekonomi sulit bertumbuh. Jika untuk makan sehari-hari saja rakyat masih susah, bagaimana mungkin mereka dibebankan lagi dengan regulasi seperti diatas.

“Ditengah Pandemi ini PHK massal terjadi, pedagang banyak yang merugi dan gulung tikar. Sekarang mau dibebani lagi dengan harga barang yang melambung tinggi akibat kenaikan PPN dan penerapan pajak sembako,” kata Farhan.

Mantan Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Jogjakarta ini menyampaikan bahwa partainya mendesak pemerintah untuk mengubah skema perpajakan agar lebih berkeadilan dalam menjawab tantangan ekonomi saat ini.

“Kalau pemerintah ingin menstimulus ekonomi, maka yang seharusnya dilakukan adalah menaikkan pajak yang lebih besar untuk orang-orang kaya dan memberikan pengampunan pajak untuk rakyat kecil,” terangnya.

Farhan menyatakan saat ini Indonesia sedang menghadapi persoalan ketimpangan ekonomi yang ekstrem. Ada 1 persen orang terkaya yang menguasai hampir separuh kekayaan dan sumber daya nasional. Diantaranya ada 4 orang terkaya yang memiliki kekayaan setara 100 juta orang termiskin di Indonesia.

Di sisi lain, berdasarkan data BPS, jumlah orang miskin Indonesia adalah 27,5 juta orang atau 10,19 persen (GKM Rp. 458 ribu/bulan). Sementara 52 persen penduduk Indonesia pengeluarannya masih Rp. 25 ribu kebawah.

“Kita bisa menaikkan pajak penghasilan terhadap orang kaya dan orang super kaya dengan mengubah tarif PPh perorangan untuk kategori pendapatan di atas Rp. 1,5 milyar per tahun menjadi 45 persen. Sedangkan orang-orang di level terbawah seperti buruh tidak dikenai pajak agar lebih berkeadilan,” jelas Farhan.

Untuk diketahui, saat ini pemerintah tengah merumuskan draft revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dijelaskan dalam Pasal 4A, dua jenis barang yang dikeluarkan dari daftar bebas PPN yakni, barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara. Serta barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Di dalam aturan sebelumnya, sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat tidak dikenakan PPN. Namun, dalam aturan baru tersebut sembako tak lagi dimasukkan ke dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.

Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan dan gula konsumsi.

Selain itu, ada 11 jenis layanan yang akan dikenakan PPN seperti jasa Pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis dan jasa pelayanan sosial. (*)

  • Bagikan