POLITIK USANG KOTA TAMAN (Catatan Seorang Sarjana Yang lelah Dengan Politik Kotanya Yang Begitu-Begitu Saja)

  • Bagikan

Situasi politik Kota Taman, sudah kembali ramai di perbincangkan. Gaya lama masih menjadi ciri khas dalam perebutan tahta Kota Bontang 2020.

Gaya itu, terdengar tidak mendidik dan tidak memiliki moralitas. Mirip gaya politik Orde Baru (Orba) yang sangat di gemborkan dengan janji mensejahterakan rakyat.

Hingga kini rakyat masih dalam posisi sulit, tidak dianggap penting. Lantaran tidak pernah dilibatkan dalam penentuan suatu kebijakan.

Seperti dalam penentuan suatu wilayah yang cenderung eksploitatif. Ruang kesempatan politik telah terkooptasi (Baca : dipengaruhi) oleh para pemilik modal besar atau familiar disebut dengan oligarki.

Dalam perspektif Winters (2011), oligarki adalah segelintir orang atau kelompok yang mendominasi mayoritas. Secara basis materil mereka memiliki tujuan untuk mempertahankan kekayaan dan memperluas basis kekayaannya.

Jadi, secara bingkai politik dalam melihat suatu kebijakan dan regulasi, maka apa yang diputuskan oleh para pemegang kuasa, tak lebih dari melancarkan skema perluasan dan menambah kekayaan. Sehingga, ruang kesempatan politik itu minim, bahkan cenderung tak menyentuh kalangan masyarakat akar rumput. 

Dalil menciptakan politik yang bersih dan jujur malah terjebak terhadap situasi yang kompromis dengan pemilik modal.

Kondisi politik usang yang akan menimbulkan minimnya partisipasi masyarakat. Gaya lama seakan melekat dalam kancah Kontestasi politik kota taman. Mulai menggunakan politik identitas, lalu menyerang kekurangan satu dengan yang lainya.

Hal itu tentunya kurang elok, dan justru tak mampu memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Harusnya, Para Aktor Politik itu, memberikan tontonan yang elegan.

Diantaranya, adalah adu gagasan dan program. Agar kota Bontang, bisa siap menjawab tantangan zaman.
Sebagai kota industri, yang bisa digodok, salah satunya adala Sumber Data Manusia (SDM). Yang sudah pasti memiliki pernanan penting untuk kemajuan suatu kota.

Masyarakat pun butuh pemimpin yang memiliki integritas. Tidak berpangku tangan dengan kekuasaan modal yg mementingkan satu golongan saja.

Menciptakan Gerakan Politik alternatif

Pada konteks ini, kita perlu kembali melihat dalam kacamata sosial. Tidak sekadar klaim, atau dengan menganggap kekuatan uang yang paling utama. Namun, harus turut dalam upaya penguatan pengetahuan agar sampai di basis massa. Terutama mereka yang dieksploitasi habis-habisan oleh industri ekstaktif.

Perluasan industri ekstraktif tercatat dalam buku sejarah sebagai Sumber daya penghisap yang banyak merugikan masyarakat, alam dan lingkungan.

Alih-alih melakukan pembangunan kesejahteraan rakyat dengan infrastruktur masif, realitasnya tak lebih dari membuka investasi sebesar-besarnya. Gusur menggusur lahan, jadi trend. Jadi konsekuensi logis, dari perluasan pembangunan.

Justru dengan pangkal masalah yang nyata di depan mata, maka menciptakan gerakan politik alternatif menjadi syarat mutlak untuk melakukan suatu perubahan.

Bukan berputar-putar mencari celah kekuasaan, lalu mengklaim sebagai agenda membangun tatanan masyarakat adil dan makmur.

Tapi, yang perlu disoroti bersama ialah, gerakan politik altirenatif harus menjadi satu langkah awal untuk melakukan perubahan. Tidak terjebak terhadap politik praktis golongan, yang mengedepankan kepentingan mereka dan meninggalkan kepentingan kemaslahatan masyarakat.

Salah satu yang dapat diupayakan ialah melakukan transmisi pengetahuan yang mudah dicerna di basis rakyat, mendorong suatu praktik-praktik Organisasi yang solid.

Membangun dan memperkuat blok politik alternatif ini, memang lah tidak mudah. Tidak sekadar berangkat dari kritik otokritik khas para intelektual, atau sebatas jargon-jargon yang membuka ruang perdebatan. Namun harus dikerjakan secara serius. agar koheren, antara teori dan praktik.

Tanpa ada upaya melakukan pembentukan dan penguatan blok politik ini, sampai kapanpun gerakan politik alternatif akan terjebak dalam jeratan oligarki. Artinya gerakan yang tak lebih dari suatu entitas yang hanya mewarnai perdebatan. Tak punya kekuatan untuk merebut kekuasaan. Bukan lagi sekadar menunggu ratu adil, atau mensimplifikasinya dengan mengikuti arus politik dengan menjadi kaki tangan rezim.

Catatan Seorang Sarjana Yang lelah Dengan Politik Kotanya Yang Begitu-Begitu Saja

  • Bagikan