BONTANG – “Ngopi itu gak harus mahal,” ucap salah satu pemilik usaha nyentrik yang terlihat di pinggir Jalan Achmad Yani Bontang.
Satu motor Vespa dengan gerobak disampingnya, lengkap dengan peralatan kopi. Kolaborasi itu, terbukti mengundang banyak pengunjung. Dengan nama Filosofi Vespa Kopi, Andre pemilik usaha ‘nyentrik’ itu, menghadirkan hal baru untuk suasana tongkrongan di Bontang.
Berangkat dari hobi Vespa, dan doyan ngopi, usaha Andre melejit dan memiliki penggemar tersendiri. Jika berkunjung ke tempat nya, jangan heran jika menemui banyak orang yang berdiri, tak kebagian tempat duduk.
Bahkan belakangan, ia harus menyediakan tikar untuk pengunjung yang ingin lesehan. Itu bukti, meski sederhana, kopi miliknya punya tempat khusus di masyarakat Bontang.
Andre menceritakan, Mei tahun lalu, adalah awal dirinya merintis usaha itu. Vespa adalah hobinya sejak dulu, sementara kopi, ia gemar berdiskusi dan menaruh perhatian khusus kepada bahan dasar minuman yang melegenda itu. Kegiatannya sebagai honorer disalah satu dinas di Bontang pun berani ia tinggalkan.
“Waktu itu juga, pengeluaran besar dari pada pemasukan. Jadi saya coba merintis usaha ini,” ujarnya saat ditemui ditengah aktivitas nya menyajikan kopi untuk pengunjung.
Namun, kemahirannya membuat racikan kopi itu, rupanya juga memiliki jalan yang panjang. Ia juga belajar dari awal, dari rekan-rekannya yang punya usaha kopi.
“Belajarnya juga otodidak, setelah itu baru berani buka sendiri,” ucapnya.
Sebenarnya, pemandangan yang disajikan Andre memang berbeda berbeda dengan tempat ngopi yang dikenal dewasa ini. Tempat yang cozy, tempat duduk sofa, bersautan dengan suara mesin kopi, yang puluhan juta harganya. Andre, berpendapat lain. Katanya, untuk menikmati segelas kopi, masyarakat tak perlu bayar mahal.
“Ngopi itu gak harus mahal,” kata dia.
Andre mengaku ia memang tak terlalu melirik masyarakat menengah ke atas, asalkan kopinya bisa dinikmati oleh semua kalangan, itu menjadi penghargaan sendiri untuknya. Hal itu lah, yang juga memilih pinggir jalan sebagai wadah mempersatukan para penikmat kopi.
Meskipun begitu, bukan usaha jika tak ada pasang surutnya, memilih pinggir jalan, artinya risiko pun menjadi bayang-bayang. Beberapa kali ia harus berpindah tempat. Bahkan ditengah pandemi, aparat penegak perda, seringkali singgah, dengan alasan protokol kesehatan.
“Ya itu menjadi risiko, tapi semua pengusaha pasti pernah merasakan,” pungkasnya. (Redaksi)