KUTAI KARTANEGARA – Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2019 tentang Bantuan Hukum masuk dalam tahap sosialisasi.
Kali ini giliran Desa Santan Tengah, Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara yang mendapat jatah Sosialisasi Perda (Sosper) dari DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Bersama dengan rombongan Wakil Ketua DPRD Provinsi Kaltim Seno Aji, salah satu Praktisi Hukum Ricky Irvandi SH dilibatkan menjadi pembicara.
Ricky sapaan akrabnya menjelaskan, Perda Nomor 5 Tahun 2019 ini, merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011.
Undang-undang itu mengatur tentang bantuan hukum yang bisa diperoleh masyarakat secara cuma-cuma.
Sementara, perda memberikan kesempatan bagi provinsi untuk mengatur anggaran pendampingan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kepada masyarakat.
“Jadi program bantuan hukum secara cuma-cuma itu sudah sejak lama. Perda ini turunannya. Diberikan ruang kepemerintah daerah untuk menganggarkan bantuan hukum kepada masyarakat,” jelas Ricky saat ditemui usai sosialisasi, Sabtu (10/04/2021).
Kata Ricky, untuk menerima bantuan hukum ini, juga memiliki kriteria. Dalam perda disebutkan, kebijakan ini diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Misalnya masyarakat yang tidak memiliki biaya, namun memiliki perkara hukum. Mereka, bisa mengajukan ke daerah untuk bantuan hukum secara gratis dengan beberapa syarat.
“Buktinya itu masyarakat dalam mengajukan permohonan, harus melampirkan surat keterangan tidak mampu, atau seminimalnya ada surat menerima bantuan miskin,” terangnya.
Selain itu, berdasarkan perda, perkara yang bisa diajukan meliputi pengadilan perdata, pidana hingga hukum tata usaha negara.
Masyarakat pun bisa mencari sendiri LBH mana yang akan digunakan untuk menangani perkara yang dimiliki
“Nanti masyarakat, bisa minta ke desa dan kelurahan, lalu itu yang akan dibawa ke lembaga bantuan hukum. Kemudian lembaga bantuan hukum yang dapat membantu secara cuma-cuma,” jelasnya.
Kendati demikian, tidak semua LBH dapat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Kata Ricky, jika perda ini telah berjalan, LBH harus memiliki akreditasi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
“Persemester LBH ini akan melaporkan berapa perkara yang ditangani, kalau menggunakan perda, itu biayanya dari pemerintah provinsi,” terangnya.
Meskipun begitu, perda ini masih memiliki kendala. Pasalnya, agar perda ini berjalan, perlu ada peraturan Gubernur yang akan mengatur bentuk kerjasama dengan pihak lembaga hukum.
Ditanya soal itu, Wakil Ketua DPRD Kaltim, Seno Aji menargetkan akhir tahun ini, perda sudah mulai berjalan. Beberapa kendala terus dikebut agar segera selesai.
“Harusnya sudah berjalan, karena ini sudah masuk dua tahun kan, tapi kita masih menunggu peraturan Gubernur. Semoga akhir tahun ini bisa rampung,” jelasnya.
Meskipun begitu, sosialisasi akan terus dilakukan. Agar masyarakat bisa lebih mengerti ada Bantuan Hukum yang bisa ditempuh masyarakat secara gratis. Ia menyebutkan, selama ini masyarakat sebenarnya kerap mendapatkan persoalan hukum. Namun karena kurang sosialisasi, akhirnya mereka tak bisa mendapatkan pendampingan hukum yang tepat.
Apalagi momok yang beredar, bantuan hukum dengan menyewa secara swadaya, dinilai membutuhkan biaya yang mahal.
“Selama ini masyarakat masih kurang paham. Harapannya dengan sosialisasi ini, mereka lebih mengerti dan bisa diaplikasikan,” tandas Seno Aji. (02-Redaksi)