Penjelasan HRS Tentang Lahan Pesantren Markaz Syari’ah, Sampai Surat Tulus Marzuki Ali

  • Bagikan

JAKARTA – Sejak dilayangkannya surat dari PTPN VIII kepada Pengelola Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syari’ah. Hal ini menjadi perhatian di tengah masyarakat, timbul pertanyaan mendasar ada apa dibalik ini semua.

Habib Rizieq Syihab (HRS) mencoba menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah, bahwa benar sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII, dalam Undang-undang Agraria tahun 1960 disebutkan bahwa jika satu lahan kosong, digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun maka masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarap. Faktanya masyarakat Megamendung sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tesebut.

“Sedangkan dalam Undang-undang HGU tahun 1960 disebutkan bahwa sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang bahkan akan dibatalkan jika lahan itu terbukti ditelantarkan oleh pemilik HGU atau pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut,” ungkap HRS di chanel Youtubenya di Jakarta (13/11/20).

Betul bahwa HGU tanah Ponpes Markaz Syariah adalah milik PT. PN VIII, tapi 30 tahun lebih PT. PN VIII tidak pernah menguasai secara fisik. Selama 30 tahun lebih PT. PN VIII menelantarkan tanah dimaksud. Maka dari itu seharusnya HGU itu batal, Jika sudah batal maka HGU-nya menjadi milik masyarakat.

Perlu dicatat bahwa masuknya HRS & Pengurus Yayasan MS-MM untuk mendirikan Ponpes yaitu dengan membayar kepada petani bukan merampas dan para petani itu datang membawa surat yg sudah ditanda-tangani oleh Lurah dan RT setempat. Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya. Itulah yg dinamakan membeli tanah Over-Garap.

Dokumennya lengkap dan sudah ditembuskan kepada institusi negara mulai dari Bupati dan Gubernur. Dan benar tanah tsb HGU-nya milik PT. PN VIII yang digarap oleh masyarakat. Jadi Kami tegaskan sekali lagi bahwa Kami tidak merampas tanah PT. PN VIII tetapi Kami membeli dari para petani.

Bahwa Pihak Pengurus MS-MM siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, tapi silahkan ganti rugi uang keluarga dan Ummat yg sudah dikeluarkan untuk Beli Over-garap tanah dan biaya pembangunan yg telah dikeluarkan, agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain.

Surat Marzuli Ali Ke Mahfud MD.

Hebohnya kasus lahan ini menggugah mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie, sehingga harus mengirim pesan melalui WahtsApp kepada Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Dalam pesannya Marzuki Alie meminta agar Mahfud MD berpihak kepada keadilan, meskipun pesantren tersebut dikelola oleh HRS. Namun kita bisa melihat tujuan dan manfaat dilahan tersebut, janganlah sampai dihabisi.

Assalamu’alakum Wr. Wb
Prof. Mahfud MD, Menkopolhukam

Bismillah, ini suara hati, disampaikan kepada penguasa, lewat saudaraku Prof. Mahfud.

Tanah HGU Megamendung yang dimanfaatkan oleh Habib Rizieq Syihab (HRS) untuk pesantren, adalah tanah negara HGU yang sudah puluhan tahun digarap rakyat. Kemudian dibebaskan oleh HRS dengan mempergunakan dana ummat termasuk dana HRS sekeluarga. Tanah tersebut dibebaskan dan diwakafkan untuk kepentingan pendidikan.

Saat tanah itu digugat kembali oleh PTPN, terlepas apakah itu ide direksi atau ada pesan khusus dari kekuasaan, tapi tanah tersebut bermanfaat untuk ummat.

HRS ada kesalahan. bahasa terlalu kasar dalam berdakwah, apakah itu dibenarkan atau salah, saya bukan ahlinya untuk mendebatkan.

Saya bermohon demi kepentingan ummat, HRS boleh dihukum kalau dinyatakan bersalah oleh pengadilan, tapi aset yang bermanfaat untuk ummat sebaiknya jangan turut dihabisi. Terus terang hati ini tidak menerima, padahal banyak koruptor, assetnya tidak dihabisi, justru hidup enak dipenjara, keluar hidup kembali mewah. Belum lagi jutaan ha yang dikuasai konglomerat, pasti banyak pelanggaran hukum didalamnya.

SBY sendiri saya kritik, karena membiarkan konglomerat-konglomeray itu menguasai lahan yang ratusan ribu hektar, dengan alasan mendapatkan sesuai dengan aturan tanpa melihat keadilan.

Mohon maaf Prof, dengan amanah kekuasaan saat ini, berpihaklah sedikit demi keadilan, yang dirasakan semakin sulit di negari ini. Semua bisa berargumentasi bahwa hukum di teggakkan, tapi hati nurani kita pasti bicara tentang benar dan salah.

Mohon maaf, kalau tidak berkenan, wa ini dihapus saja, tapi bila tersentuh untuk berbuat, saya doakan semoga Allah akan menolong siapapun yang berbuat dengan niat baik dan ikhlas. Wass. (*)

  • Bagikan