KUTAI TIMUR – Mr.Ashok Mitra (CEO KPC) disarankan mengembalikan award CSR dan Pengembangan Desa Berkelanjutan yang diserahkan oleh Wakil Presiden.
Penilaian award dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kerjasama dengan Indonesia Social Sustainability Forum (ISSF) menjadi sorotan.
Sugar, pengurus Forum Cendekiawan Dayak Sangatta Selatan mempertanyakan perihal keobjektifitasan tim penilai. Sugar meminta agar Mr. Ashok Mitra (CEO KPC) tidak segan untuk mengembalikan penghargaan tersebut.
“Secara moral dan penerapan pertambangan yang benar tentunya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Desa Segading dan Desa Keraitan yang terkepung tambang KPC di Bengalon sampai saat ini masih memberikan luka bagi masyarakat asli pribumi Dayak Basaf di sana,” ungkap Sugar.
Menurutnya, apa yang disampaikan ini tentang keberlangsungan hidup suku asli dan budayanya. Jadi, dirinya berharap agar persoalan itu tidak ditutupi dengan penghargaan.
“walaupun yang menyerahkan itu adalah Wakil Presiden karena award tersebut diduga hanya setor data, tidak sebanding dengan kondisi Desa Segading dan Desa Keraitan yang terkepung tambang,” imbuhnya.
Lebih lanjut Sugar menganjurkan agar CEO KPC yang baru Mr Ashok Mitra agar membangun komunikasi yang baik ke Pemkab atau pun DPRD.
“Sesekali datang langsung ke sana karena management yang disini (Kutim) hanya lipservice dan terkesan jika ada kebutuhan saja baru bangun komunikasi, itu pun ke masyakat juga hubungannya tidak seperti yang dulu-dulu sekarang eksklusive dan tidak solutif banyak di janji aja. Jangan hanya terbuai dengan laporan saja dan jangan hanya orentasinya hasil bumi kutim saja,” usulnya.
Sugar menambahkan bahwa masyarakat tidak terdampak apa-apa dengan adanya penghargaan tersebut. Masyarakat, menurutnya, butuh pekerjaan dan kehidupan yang layak.
“Bagaimana bisa hidup layak jika mereka terkepung dan terintimidasi dengan bahaya operasi pertambangan,” tuturnya.
Sugar membandingkan kondisi management KPC yang semuanya tinggal di lokasi elit Tanjung Bara yang sangat lengkap fasilitas dan dimanjakan dengan semua kebutuhan.
Bahkan, pengaman yang berlapis sudah membentuk kota sendiri. Sugar mengibaratkan pemandangan itu ‘kota di dalam Kabupaten‘ sehingga wajar menurutnya jika kepekaan sosialnya jadi mandul.
“Kami meminta semua Kelompok Masyarakat Sipil, LSM dan Komnas Ham untuk turun langsung ke Desa Segading dan Desa Keraitan untuk membuka mata dunia kondisi indigenous people (masyarakat pribumi Dayak Basap) terancam keberlangsungannya akibat dampak operasi tambang yang ada di sekitar mereka,” pungkasnya.(*)