JAKARTA – Sebagai dasar negara dan sumber hukum tertinggi, Pancasila sejatinya menjadi indikator, tolak ukur dalam berbagai produk hukum nasional. Spirit Bhinneka Tunggal Ika serta keadilan hukum termasuk didalamnya. Demikian narasi dasar yang tertuang dalam webinar III Pra Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) yang mengusung tema ‘Revitalisasi Hukum Berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Ketua Persatuan Alumni GMNI, Ahmad Basarah saat membuka acara menyampaikan bahwa Pancasila telah disepakati sebagai perjanjian luhur para pendiri bangsa atau ijab kabul para pendiri dalam menyatukan Indonesia yang majemuk.
“Oleh karena itu kita tidak bisa memahami eksistensi dan kedudukan hukum Pancasila dalam sistem hukum bangsa Indonesia tanpa mempelajari sejarah pembentukan Pancasila,” jelas Wakil Ketua MPR RI ini dalam Webinar Pra Kongres IV PA GMNI, Jumat (30/04/2021).
Basarah selanjutnya menjelaskan proses serta dinamika terkait Pancasila, mulai dari sidang BPUPKI hingga dikeluarkannya Keppres 24 Nomor 2016 oleh Presiden Joko Widodo tentang Hari Lahir Pancasila.
Menurutnya, substansi hukum Dekrit 5 Juli 1959 antara konsideran menimbang dan diktum putusan jelas ada kesinambungan sebagai upaya menyelamatkan rakyat dan bangsa dengan kembali ke UUD 1945.
“Serta konsideran yang menyebut bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut, dengan demikian pelaksanaan syariat Islam di Indonesia dapat dijalankan dalam bingkai negara hukum Pancasila,” terang Basarah.
Selanjutnya, giliran para narasumber menjelaskan berdasarkan latar belakang profesi mereka.
Prof. Jamal Wiwoho, Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam paparannya menegaskan bahwa Pancasila harus menjadi tolok ukur kualitas produk legislasi Baik kalangan DPR RI, aparat penegak hukum, dan lembaga peradilan.
“Wajib menjadikan Pancasila sebagai salah satu dasar dalam menilai keabsahan peraturan perundang-undangan dan Pancasila sekaligus menguji keadilan hukum agar hukum tak menjadi tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegasnya
Dilanjutkan Prof. Jamal bahwa Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) agar diposisikan sebagai lembaga kontrol dengan tugas menilai dan mencegah terjadi ketidaksesuaian antara regulasi di Indonesia dengan nilai-nilai Pancasila dan lembaga ini sekaligus mengharmonisasi semua regulasi dalam arti mengharmonisasi rancangan undang-undang (RUU) sebelum menjadi undang-undang, agar tetap sesuai dengan koridornya yaitu nilai-nilai Pancasila.
“Sebaiknya BPIP juga memiliki legal standing mengajukan hak judicial review ke MK dan MA,” Imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kemenkum HAM RI, Prof. Dr. H.R. Benny Riyanto dalam paparannya menambahkan bahwa Pancasila diletakkan sebagai acuan utama dalam melakukan filter regulasi.
Menurutnya, Pembangunan hukum itu adalah fondasi dalam pembangunan nasional sehingga perlu adanya evaluasi atau review atas berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu, penataan regulasi menjadi prioritas kerja Pemerintah Indonesia”.
“Tujuan penataan regulasi agar kondisi perundangan-undangan yang saat ini hiperregulasi, disharmoni, multi-interpretasi, tidak efektif, biaya tinggi, dan kurang berjiwa Pancasila menjadi lebih simplifikasi, harmonis, jelas, lugas, efektif, dan efisien sesuai dengan Pancasila,” beber Prof. Benny Riyanto.
Narasumber lainnya, Dr. Kunthi Tridewiyanti menjelaskan bahwa Pancasila sebagai cita hukum mempunyai tujuan hukum untuk mengayomi manusia dari berbagai macam diskriminasi, Pengayoman manusia tidak dalam arti pasif atau mencegah tindakan sewenang-wenangan tetapi juga perlindungan aktif berupa penciptaan kondisi dan mendorong manusia untuk memanusiakan diri terus menerus.
Di dalam konstitusi Pancasila, memuat berbagai hak konstitusional bagi semua rakyat termasuk terhadap perempuan. Sebagai pembangunan hukum berkeadilan bagi perempuan, maka Pancasila harus ada setiap landasan hukum nasional. Ini tak hanya sekadar teks dari pasal-pasal tetapi jiwa hukum itu agar memberikan keadilan bagi perempuan,” ujar pengajar hukum di Universitas Pancasila tersebut.
Sementara itu, Guru Besar FH Universitas Jember, Prof.Dr. Dominikus Rato menjelaskan sistem hukum Pancasila mempunyai ciri karakteristik hukum yang dinamis sesuai perkembangan masyarakat, akomodatif atau menerima hukum asing yang positif asal harmoni dengan Pancasila. Lalu adaptif-aktif dalam menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, kreatif dan inovatif yang selalu menemukan sesuatu yang baru.
Menurutnya, dalam pembentukan sistem hukum Indonesia ke depan hendaknya juga kembali pada akar budaya yaitu Sistem Hukum Pancasila yang Bhinneka Tunggal Ika atau menghargai keanekaragaman.
“Dengan demikian, kita kembali ke jati diri bangsa.” Tegas Prof.Dr. Dominukus Rato
Di pengujung webinar, Prof. Dr. Arief Hidayat, Hakim Mahkamah Konstitusi mengingatkan, “Bahwa Pancasila dari zaman ke zaman selalu menghadapi tantangan untuk memindahkan dari level filosofi ke level operasional-implementatif. Karena itu, patut diupayakan agenda aktualisasi dan penyadaran kembali nilai-nilai Pancasila dengan cara kekinian”.
“Aktualisasi dan penyadaran nilai Pancasila saat ini bisa dimulai dengan membentuk influencer-influencer generasi muda yang benar-benar paham Pancasila dan bisa menyalurkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konten-konten media sosial bisa diisi dengan sebanyak mungkin nilai-nilai Pancasila,” tutupnya. (infokongres/Redaksi).