Mencari Hikmah Saling Memaafkan Pada Hari Raya Idul Fitri

  • Bagikan
Aswan Nasution

HIKMAH HARI RAYA IDUL FITRI


KATA-KATA yang sering diucapkan pada Hari Lebaran ini adalah “Minal Aidin wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin”.

Memohon maaf kepada sesama manusia pada Hari Raya Idul Fitri memang mempunyai makna penting.

Yakni untuk lebih menyempurnakan hasil yang telah dicapai selama Ramadhan.

Jika melalui ibadah Ramadhan kita telah memperoleh kesucian diri setelah mendapat ampunan Allah.

Maka untuk menyempurnakan kita juga membutuhkan pemaafan dari sesama manusia.

Dengan demikian kita tersucikan dari dosa terhadap Allah dan dosa terhadap sesama manusia.

Perintah Allah SWT, “Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang jahil.” (QS. Al A’raf: 199).

Untuk menciptakan suasana saling memaafkan terlebih dahulu harus ada kesediaan dari kita masing-masing menjadi pemaaf.

Sebab hanya dengan menjadi pemaaflah suasana saling memaafkan bisa benar-benar terjadi.

Sebaliknya, bila moralitas orang pemaaf tidak dimiliki, maka segala pernyataan maaf-baik lewat ucapan, maupun jabatan tangan hanya menjadi simbol-simbol kosong belaka.

Dalam hal inilah kita melihat betapa tepatnya ayat tersebut memerintahkan untuk menjadi pemaaf, bukannya meminta maaf.

Meminta maaf secara serentak dan masal saat Idul Fitri, sesungguhnya merupakan suatu bentuk terapi sosial.

Berbagai penyakit sosial yang mengakibatkan tidak sehatnya hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat.

Maka dapat diobati dengan saling memberi maaf. Sudah barang tentu, itu harus dilakukan secara ikhlas.

Saling memberi maaf barulah merupakan salah satu langkah awal dari penyehatan sosial. Karena itu, ia tidak bisa dipandang berdiri sendiri.

Untuk lebih menyehatkan kehidupan sosial kita setelah saling memaafkan, masih diperlukan langkah-langkah lebih lanjut.

Agar kondisi masyarakat tidak hanya ditandai dengan hubungan baik belaka.

Masyarakat tersebut perlu memiliki vitalitas untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.

Untuk itu kembali kita lihat betapa tepat petunjuk yang diberikan Allah melalui ayat tersebut di atas.

Setelah menjadi pemaaf, lebih lanjut kita diperintahkan agar menyuruh orang berbuat ma’ruf.

Perintah itu menghendaki agar di dalam kehidupan bermasyarakat tumbuh iklim untuk saling mendorong perbuatan-perbuatan ma’ruf.

Jika langkah kedua ini dipenuhi, tentulah masyarakat tidak hanya sehat setelah sembuh dari penyakit dosa kepada Allah dan sesama manusia.

Akan tetapi juga tumbuh terus kesehatan sosialnya melalui berbagai perbuatan baik.

Mewujudkan dua langkah tersebut memang tidaklah mudah. Berbagai tantangan dan godaan masih bisa bermunculan.

Untuk itulah, “resep” ketiga diberikan oleh Allah yaitu berpaling dari orang-orang yang jahil.

Dalam konteks ini, orang jahil dimaksud adalah orang-orang yang tidak mendukung.

Bahkan senantiasa ingin merusak upaya perbaikan hubungan antara sesama manusia serta menghalangi upaya mendinamisasi perbuatan ma’ruf itu.

Karena itu, menurut tuntunan Allah, kita harus berpaling dari orang-orang yang demikian itu.

Mereka yang memang selalu hadir di tengah-tengah kita untuk merusak suasana baik yang telah dibangun.□

  • Bagikan