Memerangi Hoaks di Grup WhatsApp Keluarga

  • Bagikan

OPINI – Dalam konteks sekarang, aplikasi perpesanan instan Whatsapp sudah mulai di install dan digunakan oleh semua kalangan, dari anak-anak sampai orang tua pun menggunakan aplikasi perpesanan instan ini.

Interface Aplikasi yang eye pleasing dan beraneka jenis fiturnya yang menjadikan aplikasi ini di gunakan oleh banyak kalangan, tidak terkecuali para orang tua.

Orang tua yang dimaksud disini adalah mereka generasi boomers (lahir diantara tahun 1946-1964) dan gen- x (lahir diantara tahun 1965-1980).

Salah satu fitur di Whatsapp yang mempermudah untuk meneruskan pesan dan menyebarkannya ialah forward chat.

Berbagai jenis pesan seperti pesan teks, dokumen, pesan suara, gambar, dan juga lokasi bisa di forward ke pengguna lain, baik secara personal maupun grup.

Fitur inilah yang paling sering digunakan oleh boomers dan gen-x untuk menyebarkan berita atau informasi hoaks dan biasanya penyebarannya tidak lain adalah dengan cara mem-forward pesan itu ke Grup WhatsApp Keluarga.

Mulai dari teori konspirasi sampai teori cocoklogi, Group Chat Keluarga di WhatsApp adalah sarang hoaks yang tak ada habisnya.

Para boomers dan gen- x ini cenderung spontan membagi informasi atau berita yang mereka anggap menarik dan valid. Reaksi memforward informasi yang belum diverifikasi ini adalah bentuk “culture shock” terhadap dunia digital.

Menurut data hasil analisis KOMINFO, penyebar hoaks itu bukan anak-anak muda, tetapi lebih cenderung orang tua yang menyebarkan hoaks, asal forward tanpa harus membaca dan menelisik lebih jauh sumber informasi dan diperkirakan penyebar hoaks itu berumur diatas 45 tahun.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh New York & Princeton University, menurut peneliti orang di atas 65 tahun membagikan 7 kali lebih banyak berita hoaks dibandingkan mereka yang berumur 18-29 tahun.

Penelitian tersebut memunculkan dua pernyataan, pertama orang tua yang menggunakan internet tidak memiliki pemahaman lebih terhadap literasi digital dibandingkan anak muda.

Kedua, orang tua mengalami penurunan kognitif seiring dengan bertambahnya usia sehingga lebih mudah percaya dengan apa yang mereka lihat.

Fenomena penyebaran hoaks ini sudah sering terjadi dibanyak grup whatsapp keluarga dan tidak dapat dipungkiri fenomena inipun terjadi juga di keluarga saya.

Pesan yang berlabel ‘Forward to many times‘ di grup whatsapp keluarga, mulai dari hoaks paket data 50 GB gratis untuk semua operator yang ujungnya adalah tindak cyber-crime (phising), hoaks lowongan pekerjaan yang motifnya sama dengan hoaks paket data, hoaks tentang informasi kesehatan, hoaks bantuan langsung tunai Covid-19 yang nyatanya dananya tidak tersalurkan.

Sampai yang terakhir ini membuat saya sangat geram adalah hoaks tentang informasi Vaksinasi Covid-19 AstraZeneca dan Pzifer yang katanya mengandung Microchip Magnetik yang akhirnya membuat orang tua saya anti terhadap Vaksin Covid-19 ini.

Banyak cara untuk memerangi hoaks di grup whatsapp keluarga, cara yang paling utama untuk menghadapi orang tua yang sering tanpa sengaja menyebarluaskan hoaks ini adalah dengan cara sabar.

Jangan sampai hubungan kekeluargaan menjadi renggang karena informasi yang belum dapat diketahui benar atau salahnya.

Ketika mendapati orang tua yang tanpa sengaja menyebarkan hoaks, berikan apresiasi sebelum memberikan klarifikasi, sampaikan pesan klarfikasi kebenaran informasi tersebut dengan sopan dan humanis.

Setelah mereka sudah menerima pesan klarifikasi yang disampaikan, berikan edukasi agar mereka tidak lagi menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya.

Setelah mereka paham dan memutuskan untuk tidak lagi menerima dan menyebarkan informasi hoaks, berikanlah edukasi penggunaan internet dan medial sosial yang baik dan benar.

Beritahu mereka situs-situs yang biasanya terindikasi menyebarkan hoaks, hate-speech, atau informasi-informasi yang provokatif  serta berikan dampingan kepada mereka agar lebih bijak lagi dalam menggunakan internet dan menyebarkan informasi.

Sebagai generasi yang lebih muda yaitu generasi milenial (lahir diantara tahun 1980-1996) dan gen-z (lahir diantara tahun 1997-2010) yang lebih paham akan teknologi dan media sosial sudah seharusnya dapat memberikan pemahaman literasi digital kepada orang tua.

Jangan sampai mereka turut menjadi penyebar hoaks yang bisa memperkeruh suasana.

Penulis: Firdaus Imam S. merupakan mahasiswa aktif di Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. 

  • Bagikan