Memaknai Al-Quran di Bumi

  • Bagikan
Ilustrasi

RELIGI – “Saat menyaksikan umat Islam memperlakukan Al Qur’an hanya sebagai bahan bacaan yang indah untuk diperdengarkan dan diperlombakan, tetapi kering kerontang dalam pemahaman dan penghayatan.” [Cendikiawan].

Al Qur’an di bumi adalah sebuah ungkapan untuk menghadirkan ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an secara konkrit hadir dalam kehidupan nyata, yakni di bumi.

Seperti diketahui Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kapada Nabi Besar Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia.

Al-Qur’an sendiri menyebut dirinya sebagai petunjuk dan pemisah antara yang haq dengan yang bathil.

Membaca dan menelaah Al Qur’an kita akan memperoleh petunjuk, menurut Imam Ja’far Shodiq, orang yang membaca Al-Qur’an membutuhkan tiga hal, yaitu hati yang dipenuhi rasa takut, tubuh yang tenang dan siap menerima, dan tempat yang patut untuk membaca.

Jika hatinya merasa takut kepada Allah, maka setan yang terkutuk akan menjauh darinya, sebagaimana firman Allah : “Jika kamu membaca Al-Qur’an, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk.” [QS. An Nahl {16}: 98].

Dalam fungsinya sebagai petunjuk itu, Al-Qur’an mempunyai maksud dan tujuan meluruskan kepercayaan dan pola pandang manusia tentang Tuhan sebagai eksistensi yang mutlak dan absolut, yang trasenden dan sekaligus pada waktu yang sama juga immanen.

Dialah eksistensi satu-satunya tempat manusia menghambakan diri secara total dan bertaqwa kepada-Nya dalam segala urusan.

Al-Qur’an juga bertujuan untuk membersihkan jiwa manusia dari belenggu daki-daki ketamakan dan kerakusan sehingga jiwa itu menjadi sebersih-bersihnya.

Manakala jiwa sudah bersih akan berdampak terhadap kebaikan masyarakat. Tetapi sebaliknya, bila jiwa itu kotor akan menimbulkan kerusakan di tengah masyarakat.

Dalam kaitan ini, Al-Qur’an mengajak manusia untuk menciptakan dunia kemanusiaan yang saling mengenal dan tidak saling nengisolasi diri, saling memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk saling bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan bukan dalam kejahatan dan permusuhan.

Tanggung jawab untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk atau hidayah bagi kehidupan umat manusia, sehingga Al-Qur’an itu benar-benar ada di bumi.

Menurut Dr. Yusuf Qardhawi terletak di pundak kaum muslimin sendiri. Kaum musliminlah yang harus berinteraksi dengan baik terhadap Al-Qur’an tersebut dengan mengikuti petunjuknya serta mengerjakannya.

Melalui interaksi tersebut ajaran dan petunjuk yang dikandung oleh Al-Qur’an tersebut dapat dirumuskan dan kemudian dimunculkan dalam mengatur kehidupan.

Juga bila memutuskan suatu hukum dalam kehidupan, baik itu yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya, politik, putuskanlah dengan syariatnya serta mengajak manusia untuk mengikuti putusan dan petunjuk Al-Qur’an itu.

Dengan kata lain, Al-Qur’an adalah minhaj bagi kehidupan bagi kehidupan individu, undang-undang bagi aturan politik, serta dalam berdakwah untuk mengajak manusia kepada jalan Allah SWT.

Salah satu penegasan Al-Qur’an berkaitan dengan hal-hal yang disebutkan di atas adalah kenyataan sejarah seperti diisyaratkan oleh Al-Qur’an dalam surat Ali Imran: {3}: 110].

“Kamu adalah umat terbaik yang pernah dimunculkan [ke pentas sejarah] untuk umat manusia, [supaya] kamu menyuruh dengan yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar, serta beriman kepada Allah.”

Ayat ini menggariskan tiga kualitas yang harus dipunyai oleh kaum muslimin agar dapat meraih kemampuan untuk menjadikan Al-Qur’an terealisasi dimuka bumi.

Ketiga kualitas itu adalah menegakkan amar ma’ruf [membangun sistim kehidupan produktif], nahi munkar [memberantas segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan] serta beriman [berserah diri secara total] hanya kepada Allah semata.

Pertanyaan besar kita untuk negara tercinta Indonesia adalah mampukah umat Islam Indonesia mewujudkan hal itu dalam konteks ke Indonesiaan.

Dan ini merupakan keharusan prosfektif dan keharusan sejarah yang terletak diatas pundak umat di era reformasi ini. Wallahu a’lam

  • Bagikan