“Kotak Kosong”, Perlu Hadir Saat Pilkada

  • Bagikan

JURNALTODAY.ID OPINI – Aturan kepemiluan kita mengenal istilah kotak kosong atau kolom kosong. Yakni alternatif pilihan yang dirancang untuk mengijinkan pemilih menyatakan ketidaksetujuan terhadap kandidat yg ada. Ini bagus. Juga solusi bagi pemilih yg ingin memanfaatkan hak pilih tapi tidak suka dengan calon yg ada. Sayangnya, kotak kosong ini hanya dihadirkan jika calon yang ada cuma satu pasang. Padahal aspirasi “kosong” pun tetap ada meski kandidat yg muncul beberapa pasang. Dalam beberapa survei Pilkada, ditemukan segmen pemilih yg tak ikut memilih karena calon yg muncul tdk ada yg menarik hati. Jumlahnya banyak, cukup signifikan.

Spirit kotak kosong ini jelas, yakni memberi ruang alternatif seluasnya bagi pemilih. Ibarat meja makan, jika menu yg dihidangkan parpol pengusung ada dua atau tiga, lalu sama sekali tak membangkitkan selera; maka sah jika kita hanya minum air putih. Itu partisipasi. Juga pelajaran bahwa menu itu tak mengundang selera. Jadi bisa jadi bahan evaluasi hidangan berikutnya.

Nah, dengan argumen itu, harusnya kotak kosong dihadirkan pada semua situasi. Baik calon tunggal maupun calon yang beragam.

Apa urgensinya? Kita memiliki beberapa alasan. Pertama, kotak kosong adalah apresiasi kita terhadap seluruh segmen pemilih. Semua memiliki tempat di ruang demokrasi, baik yg memiliki dukungan, maupun yg tidak menyukai kandidat yang ada. Kotak kosong di sini adalah kritik terhadap partai politik yg hanya mengusung kandidat dengan pendekatan elit.

Kedua, kotak kosong bisa memetakan pemilih Golput. Yakni pemilih yang tak menggunakan hak pilih karena calonnya tidak terusung dan pemilih yang tak memilih karena semata tidak setuju sistim pemilihan yg ada. Dalam hal begini, kotak kosong bisa dibuat dua buah. Kotak kosong A dan B. Satunya adalah aspirasi pemilih yg tak setuju kandidat yg ada, satunya lagi aspirasi orang yg tak setuju sistim yang ada. Pemetaan pemilih Golput penting untuk mengukur kualitas demokrasi.

Ketiga, kotak kosong adalah spam Pilkada. Kita perlu ukuran untuk menilai cara menindaknya. Jika besar menjadi warning, jika kecil kita sediakan tong sampah.

Penulis : H. Andi Ade Lepu, SE, M.Si
Direktur Lembaga Survey Kaltim

Editor : Redaksi

  • Bagikan