Kondisi Pers Indonesia Liberal, Masa Depan Pers Terancam Pemodal Besar Dengan Kepentingan Besar

  • Bagikan
Dhia Prekasha Yoedha

JAKARTA – Arah Pers Indonesia memprihatinkan. Ditengah situasi masyarakat yang sulit membedakan antara karya publisistik dan yang bukan, situasi diperparah dengan kemunculan media-media yang dinilai mengabaikan kode etik jurnalistik.

Hal tersebut dipaparkan oleh Dhia Prekasha Yoedha, jurnalis senior yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi yang digelar Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) bertajuk Arah Pers Indonesia. Rabu, (10/02/2021).

Menurutnya saat ini pers tengah berada di alam liberal. Dimana semua orang memiliki kesempatan mendirikan perusahaan media.

Namun, lebih lanjut mantan jurnalis Kompas ini menjelaskan bahwa hal yang jauh lebih berbahaya jika situasi tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki modal besar.

“Musuh kebebasan pers ialah pemilik modal, pemilik media besar. Mereka yang memiliki modal besar, serta kepentingan besar,” tegas salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini.

Dilanjutkannya bahwa kebebasan pers merupakan tujuan dari perjuangan mereka dahulu dimasa pemerintahan Presiden Soeharto.

“Kita berjuang bukan untuk menjadi apa. Yang kita perjuangkan waktu itu kebebasan pers. Agar tak ada lagi intimidasi hingga sensor yang berlebihan,” pungkasnya.

Selanjutnya, dirinya juga mendorong agar organisasi-organisasi pers untuk lebih sering mengambil peran dalam mendidik masyarakat dan berharap masih ada media yang konsen dengan fungsi pers, sebagaimana pers perjuangan di masa kolonial dahulu.

Menurutnya, kelak peran pers akan dikalahkan oleh media sosial. Terlebih situasi saat ini kredibilitas media seringkali dipertanyakan oleh masyarakat.

“Pers hanya bisa bertahan jika serius menghadapi tantangan. Tugas kedepan, pers mesti mendidik masyarakar agar mampu membedakan, news, propaganda (kepentingan), serta advertising (iklan).” pungkas Alumni GMNI Jakarta ini.(Red)

  • Bagikan