Kisruh Biaya Tes PCR, PRIMA Dorong KPK Panggil Luhut dan Erick Tohir

  • Bagikan

JAKARTA – Aturan mengenai kewajiban dan biaya tes Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk syarat perjalanan transportasi menuai banyak tanggapan dari pelbagai kalangan.

Biaya tes yang terlalu mahal dianggap tidak adil dan hanya merupakan permainan segelintir orang atau kelompok tertentu yang ingin memanfaatkan kondisi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Peliknya persoalan ini membuat pemerintah banyak menuai kritikan, salah satunya datang dari Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) yang sedari awal sudah menyoroti masalah ini.

“Sejak awal, sebenarnya pemerintah sudah galau dan tidak tegas dalam melakukan pengaturan biaya tes PCR ini,” tutur Alif Kamal, Wakil Ketua Umum PRIMA.

Menurutnya kegalauan pemerintah terlihat dari kebijakan mereka yang cenderung berubah. Hal itu nampak dari keputusan pemerintah di awal pandemi yabg mengeluarkan aturan wajib tes PCR bagi masyarakat yang ini bepergian ke luar kota biayanya mencapai 2,5 juta rupiah.

Selanjutnya, pada Agustus 2021 pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menetapkan batas biaya tes PCR sebesar 900 ribu rupiah.

Lantaran masih dianggap terlalu tinggi dan banyak menerima penolakan dari masyarakat, Presiden Joko Widodo meminta kepada Menteri Kesehatan untuk menurunkan biaya tes PCR pada kisaran 450 ribu rupiah hingga 550 ribu rupiah.

Dua bulan kemudian, Presiden kembali meminta biaya tes diturunkan menjadi 300 ribu rupiah dengan masa berlaku 3 x 24 jam.

Menurut Alif Kamal, selain kegalauan dan kebimbangan pemerintah, ada dugaan para pejabat pemerintah terlibat dalam permainan harga tes PCR dengan memanfaatkan kondisi pandemi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Dua nama pembantu Presiden yang terseret dalam masalah ini, yakni Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Kedua Menteri tersebut dituding terlibat dalam pendirian PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang menyediakan jasa tes PCR bagi masyarakat.

“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus merespon dugaan tersebut dengan memanggil mereka dan mengungkap permainan harga yang melibatkan pejabat negara itu,” tegas Alif Kamal.

Dilanjut Alif, pemanggilan mereka sangat memungkinkan untuk dilajukan saat ini, apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membatalkan ketentuan terkait impunitas bagi pejabat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Pasal 27 ayat (1), ayat (2) dan (3) yang saat ini sudah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020.

“Pejabat negara tidak lagi memiliki keistimewaan untuk tidak dipidanakan dalam penanganan Covid-19,” ujar Alif Kamal mengingatkan.

Mengenai hal ini, Tim Hukum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) sedang menganalisis dan menyiapkan data-data terkait untuk melaporkan kedua menteri ini ke penegak hukum, baik KPK maupun Polri.

“Hal ini sejalan dengan program prioritas partai yang ingin mewujudkan pemerintahan bersih. Apalagi, PRIMA juga menilai bahwa musuh besar bangsa Indonesia adalah oligarki,” pungkasnya.

  • Bagikan