Kekurangan Siswa hingga Bankeu Terhenti, Sekolah Swasta di Bontang Mengap-Mengap

  • Bagikan
Ketua Asosiasi Sekolah Swasta (Asta) Rakim

BONTANG – Sejumlah perwakilan sekolah swasta yang berada di Kota Bontang, mendatangi kantor DPRD, Senin (05/07/2021) siang tadi. Mereka mengadukan kondisi sekolah masing-masing yang sedang dilanda masa pelik.

Mulai dari kekurangan siswa, hingga masalah guru-guru yang terancam menganggur karena insentif yang tak kunjung turun.

Ketua Asosiasi Sekolah Swasta (Asta) Rakim mengungkapkan, persoalan kekurangan siswa sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2017. Bertepatan dengan program zonasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Lewat program itu, kebanyakan siswa akhrinya ditempatkan di sekolah negeri yang berada dalam zona kelurahan masing-masing. Penambahan rombongan belajar (Rombel) pun muncul di setiap sekolah. Belum lagi pagebluk pandemi Covid-19, yang membuat sekolah swasta terus turun tahta.

“Peminatnya itu terus berkurang, bahkan satu sekolah itu sudah cukup banyak kalau sampai 35 orang,” kata Rakim ditemui usai rapat bersama Komisi I DPRD Bontang.

Selain itu, juga terungkap fakta, baru-baru ini masih ada sekolah negeri yang tak patuh dengan kesepakatan. Mencomot siswa di detik-detik terakhir penutupan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sehingga siswa yang sudah masuk dan melengkapi administrasi di sekolah swasta, menarik berkas karena lolos di sekolah negeri yang sebelumnya hanya masuk dalam daftar cadangan sekolah negeri tersebut.

“Setelah pendaftaran online selesai, mereka buat pendaftaran offline. Padahal waktu pendaftaran sudah habis. Jadi mereka telepon murid-murid yang sudah masuk di swasta,” ungkapnya.

Selain kurangnya peminat, Rakim juga mengatakan di tahun 2017 petaka finansial juga merundung hampir seluruh sekolah swasta yang ada.

Pasalnya di tahun 2017, kewenangan sekolah SMA sederajat digeser ke provinsi. Hasilnya, untuk insentif guru dan bantuan keuangan (Bankeu), mulai berkurang. Hingga di tahun 2020, Bankeu bahkan dihapuskan. Alasannya, tak ada payung hukum untuk kelanjutan program tersebut.

“Bisa masuk di dana hibah, tapi dana hibah itu perlu dua tahun. Kan enggak mungkin kita berikan insentif hanya dua tahun sekali,” lanjut Rakim.

Hasilnya, terdapat beberapa sekolah swasta menyerah dan tutup.

“Beberapa sekolah sudah mati. Gurunya sudah keluar. Beberapa murid hanya menggantungkan harapan,” lanjutnya.

Hingga kini pun solusi terkait masalah itu pun masih belum menemui titik terang. Jawaban dari Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim pun masih belum membuat sekolah swasta yang ada di Bontang bisa bernafas lega.

Kepala Wilayah II Dinas Provinsi Kalimantan Timur Asmadi menuturkan, alasan beberapa guru yang belum mendapatkan insentif, lantaran masa kerjanya yang belum mencukupi.

Selain itu ia menuturkan untuk bantuan keuangan di tahun 2017-2019, pemberian intensif itu dianggarkan dari dana hibah provinsi ke pemerintah kota melalu nota kesepahaman Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

“Nah di tahun 2020 itu, kita tidak tau kenapa kok berubah, sehingga tidak bisa lagi di Mou kan,” tutur Asmadi.

Namun, pihaknya akan kembali mendiskusikan dengan pemangku kebijakan, untuk mengatur anggaran yang bisa digunakan. Sehingga bantuan keuangan untuk sekolah swasta bisa kembali stabil.

“Karena tidak bisa dipungkiri, sekolah swasta ini juga berperan penting. Bahkan siswa-siswanya banyak yang masuk di perguruan tinggi yang bergengsi. Selain itu cetakan sumber daya manusianya juga berkualitas,” tandasnya. (*)

  • Bagikan