JMSI Harap Virtual Police Milik Polri, Dapat Jaga Iklim Demokrasi

  • Bagikan

JAKARTA — Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), mengapresiasi langkah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk mengedepankan upaya preemptive (pendahuluan) dan preventive (pencegahan) dalam menangani kasus yang berkaitan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ketua Umum JMSI Teguh Santosa mengatakan, Virtual Police yang akan dikerahkan Polri untuk memantau perbincangan di dunia maya, diharapkan bisa sungguh-sungguh bekerja untuk membantu pertukaran gagasan di dunia maya, agar lebih produktif dan konstruktif.

“Yang artinya menjaga iklim demokrasi,” ucap Teguh dalam rilis yang diterima media ini, Selasa (23/02/2021)

Inovasi Polri ini pun, lanjut Teguh harusnya bisa lebih mampu membedakan karya jurnalistik yang dihasilkan perusahaan pers, dengan pernyataan-pernyataan personal yang disampaikan para pemilik akun media sosial baik yang jelas identitasnya maupun yang anonim

Mantan anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ini, menjelaskan dalam data monitoring Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, sepanjang 2020 lalu setidaknya sepuluh pekerja pers yang sedang melaksanakan tugas profesi dijerat dengan UU ITE. Mulai dari pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, hingga pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian.

“Police Virtual ini diharapkan tidak mengulangi peristiwa salah pasal terhadap karya jurnalistik,” tegasnya.

Pendiri Belt and Road Journalist Forum (BRJF) itu juga mengatakan pernah bertemu dan mendiskusikan fenomena perbincangan di dunia maya dengan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Slamet Uliadi, beberapa waktu lalu.

Katanya, perbincangan di dunia maya yang sering kali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Media sosial, idealnya bisa memperkuat pondasi dan tenun kebangsaan.

“Faktanya sering diwarnai pernyataan-pernyataan bernuansa ujaran kebencian dan kabar bohong, serta mengganggu kohesivitas sosial,” ujar Teguh Santosa lagi.

Mantan Wakil Presiden Konfederasi Wartawan ASEAN (2018) itu juga menambahkan, pihak Polri pasti telah mempersiapkan tahapan dalam penerapan Virtual Police tersebut. Ia juga mengatakan, Polri perlu mensosialisasikan kepada publik bagaimana Virtual Police ini akan bekerja.

“Apakah setelah monitoring akan diikuti dengan memberikan peringatan 1, 2, dan 3 secara virtual, sebelum akhirnya dilakukan penindakan, atau peringatan disampaikan secara langsung dan pihak yang diduga melanggar diminta membuat komitmen tidak mengulangi perbuatan,” tuturnya.

Transparansi hal-hal teknis pada tingkat pelaksanaan ini, Teguh sebut sangat diperlukan. Sehingga masyarakat bisa mengetahui terdapat kepastian di tingkat tindakan yang dilakukan oleh Polri.

Apa Itu Virtual Police ?

Keberadaan Virtual Police disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Surat Edaran bernomor SE/2/11/2021 yang ditandatangani hari Jumat lalu (19/2).

Surat Edaran itu mempertimbangkan perkembangan situasi nasioal terkait dengan penerapan UU 19/2016 tentang Perubahan ata UU 11/2008 tentang ITE yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital. Atas pertimbangan itu, Kapolri meminta agar seluruh anggota Polri menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Kapolri juga menginstruksikan jajarannya untuk senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif untuk menghindari dugaan kriminalisasi terhadap pihak yang dilaporkan, dan di saat bersamaan dapat menjamin ruang digital Indonesia tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif.

Di antara yang akan dilakulan dalam konteks itu adalah mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang tujuannya untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari tindak pidana siber.(*/redaksi [-])

  • Bagikan