“Seharusnya Pemerintah menjawab alasan dibalik mundurnya investor. Pemerintah dan DPR serta BUMN harus mengevaluasi masalah ini”
BONTANG – Proyek kilang Bontang jadi angin segar bagi Bontang baru-baru ini. Proyek senilai Rp 197 triliun kembali ditetapkan sebagai salah satu proyek strategis nasional (PSN).
Sebenarnya, proyek kilang Bontang bukan perdana masuk PSN. Sejak 2014 lalu ambisi Presiden Joko Widodo membangun kilang baru dihembuskan.
Namun pembuatan kilang baru tak semudah membalik telapak tangan. Prosesnya cukup panjang dan menguras tenaga dan materi.
Sejak 2014 perjalanan panjang kilang Bontang dimulai. Di tahun berikutnya kajian Feasibility Study dirampungkan.
Memasuki 2016 Peraturan Presiden (Perpres) proyek ini kembali direvisi. Perpres No 3/2016 soal kilang diperbaharui. Kilang Bontang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
Selang waktu, Pertamina mulai memburu investor. Melalui proses cukup panjang, akhirnya investor didapat. Perusahaan asal Oman, Overseas Oil & Gas (OOG) menyatakan siap.
Proyek senilai Rp 197 triliun itu setahap lebih baik. Pada 2019, OOG meneken frame of work atau kerangka kerja.
Skema pembiayaan proyek ini akan ditanggung sepenuhnya oleh investor
Dana sebesar itu sulit dipenuhi negara. Saat memasuki tahapan bankable feasibility study
mendadak investor mundur. Batal.
Proses panjang sejak 2014 lalu pun kembali ke posisi semula. Mencari siapa yang berani berinvestasi.
Di Bontang demi membangun proyek ini Pemkot merevisi Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Butuh 3 tahun baru Perda ini tuntas dibahas dengan segala konfliknya.
Kabar terbaru Perpres PSN kembali direvisi. Dan untuk kedua kalinya proyek kilang Bontang masuk lagi.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman, Hairil Anwar menyebut proyek ini jalan ditempat.
Memang jika melihat rentetan waktu tidak ada kemajuan. Toh lagi-lagi masih mencari investor. Serupa sejak wacana ini digaungkan 6 tahun lalu.
“Yah kalau melihatnya dari time frame-nya hanya jalan ditempat,” ujarnya.
Pun demikian, investor mundur itu hal yang lumrah. Sudah biasa terjadi dalam bisnis. Untung rugi sudah konsekuensi dalam rumusan bisnis apapun.
Seharusnya saat ini pemerintah menjawab alasan dibalik mundurnya investor. Pemerintah dan DPR serta BUMN harus mengevaluasi masalah ini.
Dari sisi ekonomis, sebenarnya negara ini merugi. Sudah banyak hal yang dilakukan sejak 2014. Banyak tahapan yang dilalui. Yang tentunya memakan biaya.
Tapi ujung-ujungnya investornya mundur. “Ini kan yang harus digali apa sebabnya kenapa investor itu mundur,” tanya Hairil.(*)