Jangan Korbankan Rakyat Demi Ambisi

  • Bagikan
Agus Jabo Priyono, Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).

OPINI – Pembicaraan publik beberapa hari ini dihebohkan dengan diundangkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan (JKN).

Terkait JHT, masyarakat menolak Permenaker itu diterapkan karena hanya akan merugikan buruh. Penyebabnya, bagi buruh yang mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri baru bisa mencairkan dana JHT saat usia 56 tahun.

Padahal, mereka tentu saja membutuhkan dana yang diambil dari presentase upah bulanan itu untuk survive, entah untuk modal usaha maupun keperluan lainnya.

Selanjutnya terkait Inpres, kebijakan ini mewajibkan kepada masyarakat yang akan mengakses layanan publik seperti pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), melaksanakan ibadah haji atau umrah, serta proses jual beli tanah harus menyertakan kartu BPJS Kesehatan sebagai salah satu syaratnya.

Kebijakan itu juga mendapatkan penolakan yang massif dari publik. Masyarakat merasa dieksploitasi dan dipaksa oleh negara untuk mengakses kartu jaminan kesehatan tersebut.

Sejatinya, arah dari lahirnya kebijakan itu sudah terlihat kasat mata, yakni negara membutuhkan dana besar yang dikumpulkan dari iuran rutin masyarakat untuk biaya pembangunan beberapa megaproyek infrastruktur seperti Ibu Kota Negara (IKN), Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pembangunan beberapa bendungan dan jalan tol.

Selama ini, untuk pembiayaan infrastruktur pemerintah bergantung pada skema utang, baik itu baik pinjaman luar negeri, pinjaman dalam negeri, dana hibah luar negeri, maupun Surat Berharga Negara (SBN).

Untuk diketahui selama ini penerimaan negara dari dua program itu terbilang cukup besar, yakni mencapai 500 triliun rupiah. Total dana JHT per 2021 mencapai 375,5 triliun rupiah dan total iuran JKN-KIS sebesar 124,89 triliun rupiah per November 2021.

Penerimaan dana dari program JHT masyoritas dananya ditempatkan pada sejumlah instrumen investasi obligasi dan surat berharga, yaitu sebesar 65 persen.

Dengan kata lain, kita dapat menyimpulkan bahwa untuk membiayai ambisi pembangunan infrastruktur, negara meminta rakyatnya untuk mengumpulkan dana besar melalui skema jaminan sosial yang terkesan dipaksakan.

Padahal, kondisi objektifnya saat ini ekonomi rakyat Indonesia masih hancur lebur akibat pandemi Covid-19. Rakyat masih tertatih-tatih untuk pulih seperti sedia kala.

Seharusnya, negara tidak boleh memaksakan kehendak mengambil pungutan dana dari rakyat dengan skema apapun. Dana JHT merupakan hak buruh yang harus diberikan kapanpun saat mereka membutuhkan.

Selanjutnya, terkait jaminan kesehatan, rakyat seharusnya berhak mendapatkan pelayanan gratis dari negara bukan malah memaksa untuk membayar iuran. Karena pendidikan dan kesehatan rakyat harus ditanggung oleh negara.

Terakhir, untuk itu kami berharap pemerintah menunda sementara waktu pembangunan beberapa proyek infrastruktur yang belum mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat. Kita harus lebih bersabar dahulu menunggu ekonomi benar-benar pulih dan stabil.

Jika belum mampu membahagiakan rakyat, jangan dipersulit kehidupan mereka yang sudah berat. Jangan korban rakyat hanya demi satu ambisi.

Menangkan Pancasila!

 

Penulis: Agus Jabo Priyono, Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur

  • Bagikan