Covid-19 sebagai penyakit baru, selain bisa menular sangat cepat, juga hingga saat ini belum ditemukan obatnya, dan berujung kematian.
Hal ini tentu bisa memicu terjadinya stigma sosial. Dari perspektif kesehatan, stigma sosial adalah hubungan negatif antara seseorang, sekelompok orang yang berbagi karakteristik dan penyakit tertentu (WHO, 2020).
Stigma ini mendorong menyembunyikan penyakit untuk menghindari diskriminasi, mencegah segera mencari perawatan kesehatan, dan mencegah mengadopsi perilaku sehat.
Kondisi ini mempengaruhi penanganan penyebaran penyakit masa pandemi Covid-19.
Perilaku masyarakat yang mengucilkan dan menjauhi pasien positif Covid-19 mungkin saja terjadi akibat ketakutan yang berlebihan manusia. Cenderung takut pada sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah menghubungkan rasa takut pada kelompok yang berbeda.
Ini merupakan beberapa ungkapan fakta yang ada di tatanan sosial.
Daripada menunjukkan stigma sosial, alangkah lebih bijak jika kita berkontribusi secara sosial, yaitu dengan membangun rasa percaya pada layanan dan saran kesehatan yang bisa diandalkan.
Menunjukkan empati terhadap mereka yang terdampak, memahami wabah itu sendiri, dan melakukan upaya yang praktis dan efektif sehingga orang bisa menjaga keselamatan diri dan orang yang mereka cintai.
Pemerintah, warga negara, media, dan komunitas memiliki peran penting dalam mencegah dan menghentikan stigma di sekitar kita, khususnya yang diasosiasikan dengan orang-orang dari Tiongkok dan Asia pada umumnya. Kita semua harus berhati-hati dan bijaksana ketika berkomunikasi di media sosial dan wadah komunikasi lainnya.
Hal ini penting untuk meningkatkan kewaspadaan dan bukannya menebar kepanikan yang tidak perlu. Selain itu, untuk meredam kegelisahan sosial, peran kita mempublikasikan orang-orang yang telah pulih dari COVID-19 serta para menghormati tenaga kesehatan dan komunitas relawan yang telah berperan secara maksimal.