SANGATTA – Asmawardi Siapa yang tak kenal beliau yang fenomenal Anggota DPRD kabupaten Kutai Timur (Kutim), dengan style nyentrik. Ia dikenal sebagai sosok yang keras dalam memperjuangkan hak pekerja/karyawan di kabupaten Kutai timur.
Hearing pagi di gedung DPRD Kutim yang lumayan alot itu akhirnya mendapat titik terang setelah dirinya mengajak pihak PT Primatama Energi Nusantara (PEN) yang bergerak di bidang pertambangan berlokasi di Bengalon untuk hearing bersama dengan permasalahan salah satu karyawan (Ardiansyah) yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada September 2020 lalu.
Didalam Ruang Hearing, Gedung DPRD Kutim, Senin (11/1/21). Dengan dipimpin oleh Wakil Ketua ll DPRD, Arfan. Pihak PT PEN yang dihadiri Hardi Purnomo, pimpinan perusahaan dan didampingi manager area Bungalon dan pihak management PT PEN akhirnya menyetujui pengajuan mantan karyawannya.
“Sebenarnya ini bukan pesangon melainkan uang pisah saja. Kita menyepakati untuk memberikan kepada Ardiansyah sebesar Rp. 7,5 juta,” ucap Hardi usai rapat dengar pendapat bersama Anggota DPRD, Asmawardi, Novel Tyty Paembonan, Jimi Arisandi, Rahmadani, Basti Sanggalangi, dan Sobirin Bagus.
Sebelumnya, aksi adu argumentasi sempat terjadi antara Asmawardi dan Hardi Purnomo.
Asmawardi yang anggota DPRD Kutai timur, meminta kepada pihak PT PEN untuk mengikuti anjuran dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kutim agar membayarkan pesangon kepada Ardiansyah sebesar Rp.22 juta.
Pimpinan PT PEN, Hardi memaparkan satu persatu pokok permasalahan yang terjadi antara perusahaan dan karyawannya bersangkutan. Sehingga terjadilah PHK, dipaparkan, Ardiansyah telah melakukan indisipliner absensi. Meskipun telah menerima surat peringatan (SP) 1,2, dan 3 dengan kesalahan yang sama.
“Pada Juni 2020, Ardiansyah mangkir selama 7 hari, lalu pada Juli mangkir lagi selama 12 hari, dan berlanjut di Agustus mangkir selama 15 hari tanpa ada keterangan sama sekali. Sehingga terjadilah kesepakatan antara dua belah pihak untuk mengakhiri hubungan kerja terhitung sejak” jelasnya.
Kemudian, terjadilah perhitungan penyelesaian dengan nilai sebesar Rp.4,6 juta. Dirasa tidak adil Ardiansyah pun mengadukan hal itu kepada Anggota DPRD, Asmawardi.
“Kalau berdasarkan anjuran dari Disnakertrans harusnya membayar Rp.22 juta. Namun PT PEN tetap dengan kebijakan management hanya ingin membayar Rp. 4 juta. Kenapa PT PEN ini tidak mau ikuti anjuran malah ingin membawa Ardiansyah untuk PHI sementara dia ini tidak punya dana. Apa tidak gila kah itu,” kata Asmawardi.
Berikut dari pihak PT PEN tetap bersikeras tidak mau ikuti anjuran Disnakertrans. Dikatakan Asmawardi jika tak mau bayar maka silahkan angkat kaki di Kutim, jangan mencari makan disini sementara dengan putra daerah saja dzolim.
Meskipun sempat terjadi adu mulut, tetapi membuahkan hasil yang disepakati bersama, Ardiansyah akan mendapatkan uang pisah sebesar Rp.7,5 juta. Dalam berakhirnya hearing di gedung DPRD Kutim suasana kini terlihat harmonis dari semua pihak. (BM)