“Harta yang digunakan sebagai sarana ibadah, dakwah dan perjuangan, akan menjadi sahabat setia seseorang di dalam kuburnya.” (Prof.Dr.K.H.Didin Hafidhuddin, M.Sc.).
HARTA juga merupakan salah satu bekal penting dalam ibadah dan perjuangan.
Hal ini tentu kita maklumi karena orang hendak shalatpun harus memiliki sarana dan prasana yang memadai.
Bagaimana seseorang mau melaksanakan ibadah haji?, jika tidak ada biaya untuk bekal dan perjalanannya?.
Bagaimana mau berinfaq, berzakat bersedeqah, dan sebagainya kalau sepeser harta pun tidak ia miliki.
Oleh karenya, agama mengajarkan, silakan kita kaya dan memiliki harta banyak harta, asal penuhi dan tunaikan hak-hak Allah SWT, infaqkan sebagian harta itu, untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya”. (QS. Ash-Shaff (61): 10-11).
Ketahuilah pemilik mutlak harta adalah Allah SWT., sedangkan kepemilikan harta pada manusia pada dasarnya bersifat amanah dan titipan yang sangat sementara, fana dan binasa.
Oleh karenanya, hendaklah manusia menyadari status kepemilikannya terhadap harta agar ia mampu mengatur harta dan bukan malah diatur oleh harta.
Harta yang dipergunakan untuk amal shaleh (nafkah keluarga, zakat, infaq dan shadaqah, untuk kerabat dan untuk perjuangan di jalan Allah) akan menyebabkan pahala yang besar dan tidak terputus bagi pemilik harta tersebut.
Menurut Prof.Dr.K.H.Didin Hafidhuddin, M.Sc. dalam karyanya Mutiara Dakwah, “harta yang digunakan sebagai sarana ibadah, dakwah, dan perjuangan, akan menjadi sahabat setia seseorang di dalam kuburnya”.
Selain harta berfungsi sebagai perhiasan, pada sisi lain ia juga berperan sebagai fitnah atau ujian.
Jika demikian posisinya, maka pada gilirannya nanti ditemukan manusia-manusia mana saja yang lulus melewati ujian harta tersebut, ataukah akan gagal menjadi korbannya.
Allah SWT berfirman;
“Dan ketahuilah, bahwa harta dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al-Anfal (8): 28).
Manusia diperintahkan mencari harta dengan cara yang baik (tidak mengambil hak orang lain, tidak iri, tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT).
Berusaha untuk mencari harta dan mengumpulkan harta yang banyak dalam pandangan Islam, bukanlah sesuatu yang tabu, apalagi dilarang.
Islam hanya memberikan batasan-batasan dan aturan serta mekanisme yang baik dan benar agar manusia tidak terjebak dan terlena oleh keindahan dan sedemikian menariknya harta, karena hal tersebut akan menyebabkan hilangnya kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.
Banyaknya orang yang jatuh dalam fitnah harta tersebut, karena beberapa hal, antara lain adalah;
Kurang dan tidak menyadari bahwa harta, jabatan, kedudukan, ilmu (hal-hal yang baik) tak lain sebagai ujian.
Harta dan anugerah Allah lainnya adalah sesuatu yang indah, manis dan lezat, sehingga membuat banyak orang yang lupa tentang dari mana dan bagaimana seharusnya diperlakukan.
Dengan demikian dalam mendapatkan harta, Islam mengajarkan bekerja dengan sungguh-sungguh dan berinfak dengan hal-hal yang baik yang kita cintai.
Terutama harta yang merupakan anugerah dan nikmat dari Allah SWT, kita pergunakan untuk bekal ibadah dan perjuangan, guna meraih ridha Allah SWT. Wallahu a’lan bish shawab.
Penulis, Alumni 79′ Al Qismul ‘Aly Al Washliyah, Isma’iliyah, Medan, Sumatera Utara.