JAKARTA – Seratusan eksponen 98 kembali berkumpul dalam rangka menyikapi situasi bangsa saat ini. Dalam pertemuan pentolan-pentolan aktivis 98 dari lintas profesi ini, juga dihadiri pimpinan-pimpinan mahasiswa generasi Z dari kampus se-Jabodetabek, Jum’at (25/02/2022).
Dalam pertemuan di Gedung Djoang 45 Jakarta ini, selain menjadi agenda temu kangen, turut pula digelar musyawarah bersama terkait kondisi negara. Hasilnya, mereka bersepakat bahwa saat ini pemerintahan saat ini diliputi praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Praktek kotor tersebut oleh peserta musyawarah, disebut terjadi secara sistematik, vulgar, dan masif. Hingga menempatkan korupsi di Indonesia sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Musyawarah tersebut dipimpin empat orang eksponen 98, yakni Fernando Duling, Yusuf Blegur, Anton Aritonang, dan Apek Saiman.
Kurang lebih empat jam musyawarah dilaksanakan, hingga berhasil merumuskan terbentuknya satu gerakan bersama dari lintas profesi dan lintas generasi yang dinamakan Komite Rakyat Lawan KKN (KRL-KKN).
KKN-KRL diharapkan mampu menjadi suatu entitas penting baru yang terbuka untuk semua komponen bangsa yang menghendaki bangsa ini maju tanpa KKN.
“Puji syukur akhirnya kita menyepakati bersama rakyat dan dari berbagai profesi untuk malam ini secara sah terbentuk Komite Rakyat Lawan KKN atau KRL-KKN,” ujar Bungas Fernando Duling yang biasa disapa Nando.
Yusuf Blegur, yang juga turut memimpin jalannya musyawarah mengemukakan pentingnya semangat konsolidasi tersebut demi menyelamatkan Indonesia dari kehancuran akibat praktek KKN yang merajalela.
“KKN ini sudah parah, konsolidasi harus dilakukan karena bangsa ini hanya akan menjadi besar jika KKN diberantas dari republik ini,” beber Yusuf Blegur.
Sementara itu, Anton Aritonang dalam kesempatan yang sama menegaskan alasan terbentuknya KRL KKN.
“Kita ini semangatnya harus perlawanan terhadap KKN karena KKN ini sudah parah. Karena itu koalisinya memilih nama Komite Rakyat Lawan KKN,” tegas Anton Aritonang.
Senada dengan Anton, Apek Saiman yang juga merupakan eksponen 98 menjelaskan bahwa keberadaan KRL-KKN ini sangat dibutuhkan, bukan hanya oleh aktivis 98 yang punya tangungjawab moral sejarah tetapi juga oleh rakyat dan negara ini.
” KRL-KKN ini harus ada, karena yang menghendaki bukan hanya kita tetapi rakyat dan negara. Kang Ubedilah Badrun sudah mengambil jalan penuh resiko mengambil elan vital kehendak rakyat berantas KKN, beliau inspirasi sekaligus pemimpin kita semua untuk melawan praktek KKN yang merusak negara ini,” jelasnya Apek Saiman.
Ubedilah Badrun, akademisi yang juga merupakan eksponen 98 dari Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKMSJ) yang hadir sekaligus menjadi salah satu pembicara dalam pertemuan tersebut turut mengungkapkan dukungannya serta posisi keberpihakannya.
Ubed menyebut bahwa semangat perlawanan terhadap KKN harus terus dijaga.
“Sesungguhnya ada silent majority masyarakat kita yang memiliki semangat melawan KKN, apalagi generasi milenial dan generasi Z saat ini. Hasil riset menunjukan ada 83 % pemuda di seluruh dunia membenci Korupsi. Karena itu semangat memberantas KKN ini harus diinisiasi sebagai upaya yang tak kenal lelah untuk menghadirkan good governance dan clean government di negeri ini,” ucap Kang Ubed (Sapaannya) yang dalam beberapa waktu lalu melapor ke KPK terkait adanya indikasi KKN yang dilakukan oleh kedua putra Presiden Jokowi.
Komentar lain turut dilontarkan Edysa Girsang. Dirinya meyakini bahwa KKN ini memang harus dilawan karena dibalik KKN ada oligarki yang jahat.
“Jahatnya adalah KKN ini wajah oligarki saat ini. Karena merekalah yang secara vulgar terlibat dan menyuburkan KKN,” ungkap Edysa Girsang yang biasa disapa Eqi.
Adapun pentolan-pentolan aktivis 98 yang hadir dalam agenda temu kangen dan musyawarah tersebut, diantaranya Ubedilah Badrun, Bungas T. Fernando Duling, Yusuf Blegur, Anton Aritonang, Henry Basel, Edysa Girsang, Apek Saiman, Jaya, Hersyam, Nanang Djamaludin, Syahrul Efendi Dasopang, Mariko, Agus Rihat Manalu, Agung, Boim, Gunawan,Ma’ruf AB, Azwar, Fuad Adnan, dan lain-lain.