Gelar Aksi Hari Buruh Sedunia, Berikut Pandangan Dan Tuntutan Bem se-Samarinda

  • Bagikan
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se Samarinda gelar Aksi Peringatan Hari Beruh di Simpang Empat Mall Lembuswana Samarinda

SAMARINDA –  Peringatan hari buruh diperingati seluruh belahan dunia. Meski peringatan di tahun-tahun terakhir mengalami penurunan, dari mogok hingga unjuk rasa akibat pandemi, namun tidak dengan Kota Samarinda.

Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Samarinda, menggelar aksi peringatan Hari Buruh dengan memadati simpang 4 Mall Lembuswana, Samarinda, Sabtu (01/05/2021). Aksi ini membawa sejumlah tuntutan yang menurut mereka berangkat dari situasi kelas pekerja saat ini, terkhusus dengan hadirnya UU Omnibus Law Cipta Kerja.

“Persoalan buruh masih menjadi problem dasar di negara kita. Apalagi dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja Tahun 2020” pungkas Iksan Nopardi, Humas Aliansi Bem se-Samarinda.

Presiden BEM Fisip Unmul ini menjelaskan bahwa kehadiran UU Omnibus Law yang disahkan tahun lalu sangat berdampak besar bagi keberlangsungan perlindungan hak-hak buruh. Terlebih pengesahan tersebut berlangsung dengan cepat, bahkan menyampingkan pandangan-pandangan yang berasal dari kaum buruh itu sendiri.

Akibatnya dapat dilihat pada kondisi saat ini dengan banyaknya Pemutusan Hak Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh perusahaan dengan dalih pandemi.

Dijabarkannya bahwa terjadi peningkatan pengangguran setiap tahunnya. Bahkan dampak dari pandemi yang berlangsung belakangan ini, 2,56 juta penduduk Indonesia terseret dalam status pengangguran.

Masih tentang UU Cipta Kerja, Iksan memaparkan bagaimana ketidakberpihakan produk hukum ini terhadap kelas pekerja. Seperti yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Aturan ini, menurutnya tidak lagi mengatur skema kontrak kerja. Alih daya, Outsourching yang dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan produksi.

Dalih efisiensi tenaga kerja, menurut Iksan bisa menjadi alasan terjadinya PHK sepihak.

Selanjutnya tentang penghapusan sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program pensiun. Menurutnya, hal itu jelas merupakan penghilangan bentuk perlindungan pemenuhan hak-hak dasar pekerja.

“Alih-alih memperkuat pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan, UU Omnibus Law Cipta Kerja justru semakin merugikan pekerja,” tegas Iksan.

Diakhir, mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Psikologi Unmul ini mendesak agar seluruh perusahaan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) sesuai dengan aturan. Menurut Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan  THR wajib dibayarkan 7 hari sebelum lebaran.

“Surat Edaran Menaker kembali ke eksekutif daerah, dalam hal ini Gubernur untuk mengawasi perusahaan yang ada di Kaltim dan kami pun akan mengawal,” tutup Iksan.

Dalam aksi ini, Aliansi BEM se-Samarinda mengajukan 5 poin tuntutan, sebagai berikut: Pertama agar pemerintah segera mencabut UU Omnibus Law Cipta kerja, Menghentikan PHK sepihak, Jaminan THR diberikan sesuai aturan (7 hari sebelum hari raya), Jaminan kesejahteraan hak-hak buruh kontrak, alih daya serta Outsourching dan yang terakhir adanya tranparansi dan pelibatan masyarakat serta pihak-pihak terkait dalam perumusan kebijakan publik. (Redaksi)

  • Bagikan