FSGI Minta Pengawasan Politisasi Sekolah Saat Pilkada Ditingkatkan

  • Bagikan

JAKARTA – Calon kepala daerah yang mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diprediksi bakal menyasar pemilih pemula di sekolah. Siswa yang menjadi pemilih pemula ini pun berpotensi menjadi target atau sasaran empuk untuk digerakkan saat kampanye.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo mengatakan, mulai banyak permintaan dari jajaran dinas pendidikan di sejumlah daerah yang meminta data nomor telepon seluler siswa maupun alumni SMA/SMK yang bakal menjadi pemilih pemula di Pilkada yang akan digelar akhir tahun mendatang ini. Untuk itu Heru meminta adanya pengawasan terhadap potensi praktik politisasi sekolah saat Pilkada ditingkatkan.

“FSGI mendapatkan laporan adanya perintah pencatatan nomor HP alumni di jenjang pendidikan SMA dan SMK untuk diserahkan pada calon kepala daerah. Padahal perintah ini tidak ada kaitannya dengan kewajiban Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Heru dalam keterangannya, Senin, (14/9/20)

Terlebih lagi jika ada pasangan calon yang menjadikan guru sebagai alat kampanye untuk menggaet siswa. “Banyak pendidik akhirnya menggunakan sekolah untuk meraih suara para siswa yang menjadi pemilih pemula,” ujar Heru.

Terlebih di saat yang bersamaan, pihak sekolah juga tengah meminta nomor handphone siswa untuk pendataan subsidi kuota. Bisa saja nomor yang dimintakan ini nantinya juga disalahgunakan, yakni turut diserahkan kepada tim kampanye kepala daerah untuk kepentingan kampanye.

“Pemilih pemula adalah target bagi banyak calon kepala daerah karena jumlahnya hampir 30 persen dari total pemilih. Oleh karena itu, patut diduga, permintaan tersebut ada kaitannya dengan kepentingan pribadi calon tertentu yang ingin terpilih kembali,” sambung Heru.

Untuk itu dia meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah untuk mencegah pemanfaatan dan politisasi sekolah dan siswa tersebut. Siswa tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

“Karena sangat sulit berharap para guru dan sekolah melaporkan ke Bawaslu, mereka umumnya takut akan konsekuensi dari laporan jika si calon kepala daerah memenangkan pemilihan,” pungkas Heru. (Red)

  • Bagikan