Dinamika Hubungan Industrial Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19 di Samarinda

  • Bagikan
Foto: Karangan bunga yang dikirim buruh ke kantor PT PSP di Terminal Peti Kemas Palaran, Samarinda, Kaltim, Senin (25/1/2020). (KOMPAS)

Peranan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda tentu sangat penting dalam menjaga keharmonisan hubungan industrial antar beberapa aktor di dalam dunia industri. Terbukti, sebelum pandemi covid-19 melanda konflik hubungan industrial di Kota Samarinda cenderung dapat diatasi dengan baik tanpa ada masalah yang berarti.

Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda berhasil menjadi mediator di setiap perselisihan yang terjadi, khususnya pada kasus PHK. Sejumlah kasus PHK yang dapat diselesaikan melalui Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda sebagai mediator pada tahun 2017 dan 2018.

Dalam rekapitulasi hasil penyelesaian perselisihan PHK berdasarkan data Disnaker Samarinda, 2017 memiliki 40 kasus Perjanjian Bersama dan 19 kasus Anjiran Tertulis. Sedangkan di tahun 2018 ada 32 kasus Perjanjian Bersama dan 20 kasus Anjuran Tertulis

Meski demikian, munculnya pandemi Corona virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia pertanggal 2 maret 2019 membuat gejolak hubungan industrial sangatlah terasa, dari tingkat nasional, regional, hingga tingkat kabupaten kota semua terkena dampaknya. Pada Pasal 164 dan 165 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa suatu perusahaan berhak memutus hubungan kerjater hadap pekerja apabila suatu perusahaan mengalami force majeure atau dalam keadaan memaksa.

Landasan inilah yang kemudian membuat banyak sekali perusahaan yang melakukan PHK karyawan secara sepihak tanpa memperhitungkan kesejahteraan karyawan yang terkena dampaknya.

Gejolak industrial ini juga terjadi di Kota Samarinda, selaku ibu kota Provinsi Kalimantan Timur yang juga merupakan tiang penyangga perekonomian regional provinsi. Menurut data dari Bank Indonesia perwakilan Kalimantan Timur, terdapat sebanyak 22.043 orang karyawan yang mengalami PHK, angka kasus PHK ini meningkat pada bulan April 2020 mencapai 22.027 orang karyawan.

Lonjakan kasus PHK secara sepihak oleh perusahan tentu membuat kinerja dari Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda menjadi terhambat. Banyaknya kasus PHK yang tidak mampu dimediasi oleh dinas tenaga kerja membuat kalimantan timur menduduki peringkat kelima provinsi dengan tingkat kasus PHK karyawan terbanyak se-Indonesia.

Tak hanya sampai disitu saja, akibat adanya pandemi Covid-19 juga membuat para karyawan yang mengalami konflik hubungan industrial menjadi pesimis dengan segala upaya mediasi yang dilakukan oleh dinas tenaga kerja kota samarinda, sebagian dari mereka memilih melakukan gerakan atau aksi mandiri menuntut keadilan yang sudah seharusnya mereka dapatkan.

Salah satu gerakan yang fenomenal karena dilakukan pada saat pandemi Covid-19 adalah gerakan menuntut pembayaran gaji karyawan selama tujuh bulan yang ditunda oleh perusahaan PT Pelabuhan Samudera Palaran (PT PSP).

Pada Senin tanggal 25 Januari 2021, ratusan buruh Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) mengirimkan 15 karangan bunga ke PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP).

Pada masing-masing karangan bunga bertuliskan protes mengenai penundaan pembayaran gaji dan ungkapan kekecewaan para buruh yang diharapkan dapat mengetuk pintu hati manajemen PT PSP agar upah mereka segera dibayarkan, aksi mengirim karangan bunga dipilih untuk menghindari kerumunan karena para buruh tidak bisa melakukan aksi demostrasi di tengah pandemi.

Aksi demonstrasi ini tentunya menjadi pertanda gagalnya intitusi pemerintah dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja Kota Samarinda. Dinas Tenaga Kota Samarinda belum mampu menjadi mediator konflik hubungan industrial yang baik terutama pada saat pandemi Covid-19, kebijakan-kebijakan yang diambil hanya mampu meredam konflik sementara namun gagal mengatasi konflik industrial hingga ke akarnya.

Adapun cara agar kejadian serupa tidak terulang kembali yaitu dengan menjadikan pemecahan masalah hubungan industrial melalui pengadilan dapat dipertegas kembali dengan memberlakukan sanksi bagi perusahaan, agar konflik industrial tidak lagi dipandang sebagi masalah yang sepele dan kepercayaan publik terhadap lembaga terkait dapat kembali positif, meski hingga kini isu PHK karyawan akibat lesunya perekonomian di tengah pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Penulis: Nabila Mar’atun Khasanah, saat ini menempuh study S1 di Program Studi Pembangunan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.

  • Bagikan