BEM Fisip Unmul Tolak Kedatangan Presiden di Samarinda, Berikut Alasannya

  • Bagikan

SAMARINDA – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman (BEM Fisip Unmul) menggelar aksi mimbar bebas terkait penolakan kedatangan Presiden Joko Widodo di Samarinda. Aksi penolakan ini digelar di bawah Fly Over Jl. Ir. H. Juanda, Senin (23/08/2021).

Menurut mereka kehadiran Presiden Jokowi di Kota Samarinda tidak akan mengubah ataupun mengobati luka masyarakat Kalimantan Timur akibat kebijakan yang dikeluarkan.

“Kasus korupsi, pelemahan KPK, obral diskon hukuman bagi koruptor, kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai, terkhusus di Kaltim masalah lubang tambang hingga maraknya tambang ilegal,” jelas Presiden BEM Fisip Unmul Ikzan Nopardi.

Tiga hal yang memang menjadi sorotan mereka, yakni terkait persoalan demokrasi dan pemberantasan korupsi, dan Persoalan pelanggaran HAM.

Terkait isu demokrasi,  pada laporan dari The Economist Intelligence Unit, Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan ke peringkat 64.

“hal tersebut menurut mereka menandakan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi cacat,” tegasnya.

Untuk persoalan korupsi, pelemahan dalam penegakan pemberantasan korupsi terus menerus terjadi, ditambah lagi maraknya ‘diskon’ hukuman koruptor. Data Indeks Persepsi Korupsi menunjukkan situasi tak jauh berbeda, justru semakin memburuk.

“Ditahun 2019 dari angka 40, menjadi 37 di tahun 2020, menunjukkan bahwa komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi hanya lip service,” lanjut Ikzan.

Selanjutnya, terkait isu HAM yang sejak periode pemerintahan pertama Presiden Jokowi menjadi “janji politik”, khususnya penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.

“Dalam dua kali pilpres, isu HAM selalu jadi ‘jualan’ namun tak pernah ada bukti kongkret terkait komitmen Presiden Jokowi dalam penuntasan pelanggaran HAM masa lalu,” ungkapnya.

Menurut Ikzan, memburuknya situasi demokrasi, melemahnya pemberantasan korupsi, hingga munculnya kasus-kasus pelanggaran HAM baru di era pemerintahan saat ini, disebabkan kebijakan pemerintah yang selalu mengedepankan investasi.

Akhirnya, segala kebijakan yang lahir dan diterapkan dalam rangka mengamankan investasi, sekalipun kebijakan tersebut mengorbankan kepentingan rakyat.

“Masyarakat adat yang di kriminalisasi demi tujuan investasi. Aksi represifitas yang dialami oleh masyarakat saat menyampaikan pendapat juga dilakukan karena dianggap mengganggu jalannya stabilitas ekonomi, mengganggu jalannya investasi,” jelasnya.

Diakhir Ikzan menegaskan bahwa selama ini Presiden beserta jajaran menterinya dalam mengeluarkan kebijakan selalu bertentangan dengan apa yang sebelumnya mereka sampaikan, baik itu janji politik masa kampanye hingga pernyataan-pernyataan di media.

“Kami memberikan nama rezim paradoks, artinya pernyataan yang disampaikan seolah-olah bertentangan dengan kebenaran/faktanya,” tutup Ikzan.

Presiden Jokowi dijadwalkan hadir di Samarinda, Selasa (24/08/2021) besok usai meresmikan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. (*)

Penulis: AsEditor: Redaksi
  • Bagikan