SAMARINDA – Aktivitas terselubung angkutan batu bara yang menggunakan jalan umum sebabkan kondisi jalan penuh lubang. GMNI Samarinda menilai hal ini menunjukkan tumpulnya implementasi dalam penegakan hukum.
Wakabid Politik DPC GMNI Samarinda Mujahid menyampaikan bahwa sebagai salah satu yang menjadi sorotan mereka, yakni kawasan jalan poros Samarinda – Bontang di Desa Tanah Datar.
Kondisi daerah tersebut sudah sangat memprihatinkan. Hal itu diperparah dengan aktivitas terselubung angkutan batu bara yang menggunakan jalan umum di daerah tersebut.
Menurut mahasiswa Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Mulawarman (FKIP Unmul) ini, situasi tersebut tentunya berbuah pertanyaan terkaut kinerja aparat pemerintah maupun penegak hukum.
“Tentunya dalam hal ini, memunculkan pertanyaan terkait sejauh mana fungsi pengawasan dan penegakkan hukum dijalankan. Selama ini aktivitas truk tambang yang mengangkut batu bara di kawasan jalan poros Samarinda-Bontang telah membuat kondisi jalan di kawasan tersebut hancur, nahasnya respon dari Pemerintah Daerah maupun pusat pun masih minim,” ujarnya, Minggu (18/07/2021).
Menurutnya secara prosedural hukum aktivitas tersebut sudah melanggar ketentuan hukum sebagaimana yang dipertegas dalam pasal 91 UU 3/2020 tentang pertambangan mineral dan batubara bahwa aktivitas kendaraan pengangkut material tidak di perkenankan melalui jalan umum.
“Dalam hal ini, pemegang izin usaha harus membangun jalan khusus guna melakukan kegiatan distribusi material batu bara,” lanjutnya.
Mujahid juga menambahkan bahwa selama ini diketahui bahwa status jalan poros Samarinda-Bontang merupakan jalan nasional namun, sejauh ini kewenangan dari pemerintah pusat dalam merespon perihal masalah ini juga masih minim, khususnya terkait maraknya aktivitas kendaraan pengangkut batu bara yang melewati kawasan tersebut.
“Tentunya ini tak selaras kemudian jika beberapa waktu lalu, pusat begitu banyak mengkritik daerah terkait penegakkan hukum terutama yang mencakup permasalahan pertambangan di daerah. Apalagi itu yang menjadi salah satu alasan pusat mengesahkan UU omnibus law dan UU minerba sehingga kewenangan terkait perizinan itu kemudian dilimpahkan ke pusat melalui kementrian ESDM,” terang Mujahid.
Jika sampai saat ini kemudian pusat tidak mampu memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan tambang yang kemudian melakukan aktivitas merusak fasilitas jalan umum negara di kawasan jalan poros Samarinda-bontang, maka menurutnya aturan yang dibuat hanya hanya merupakan akal-akalan dari Pemerintah Pusat.
“Tentunya hal ini sangat kontradiktif, antara daerah dan pusat seakan-akan sama saja, saling melemparkan tanggung jawab maupun wewenang tapi minim implementasi terhadap penegakkan hukum,” pungkasnya.(*)