Banjir Sangatta, Ancaman Nyata Krisis Iklim; Climate Action Now!

  • Bagikan
Naqib Junechair (Menteri Sosial Politik BEM KM UNMUL 2022)

OPINI – Indonesia merupakan negara tropis yang terkenal dengan cuaca tak menentu nya, dengan itu musibah alam sangat rawan terjadi di banyak wilayah Indonesia. Termasuk tragedi banjir yang sudah dialami oleh rakyat Indonesia dalam 1 dekade terakhir, curah hujan yang tinggi pun salah satu faktor membuat suatu wilayah mengalami banjir.

Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), masyarakat harus siap dan mengantisipasi periode puncak musim hujan yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir yang berpotensi mengakibatkan bencana hidrometerologi, khususnya banjir.

Perihal ini, masyarakat sangat dirugikan dengan ancaman banjir yang cenderung berpengaruh pada sosial-ekonomi Negara. Jika kita kilas balik pada kejadian beberapa tahun terakhir, pada awal tahun 2020 DKI Jakarta mengalami badai banjir yang tidak terbendung.

Menurut Guru Besar Hidrologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Joko Sujono ialah banjir itu mencapai 180 Juta kubik dengan jumlah air dikatakan dengan 72 ribu kolam renang standart ajang Olimpiade.

Yang dirasakan warga DKI Jakarta juga dirasakan oleh warga Banda Aceh khususnya daerah Tangse pada Maret 2011 yang menyebabkan 24 orang dinyatakan meninggal dunia serta banyak korban luka-luka dan rumah mengalami rusak yang cukup parah.

Tahun 2022 peristiwa memilukan ini akhirnya terjadi di kota Sangatta, khususnya kecamatan Sangatta Utara dan kecamatan Sangatta Selatan. Banjir ini mengakibatkan ribuan warga mengungsi dan satu orang meninggal dunia, peristiwa ini yang paling parah semenjak tahun 2001 silam. Kejadian ini sangat meresahkan warga Kalimantan Timur khususnya Kota Sangatta dan sekitarnya.

Dikutip wawancara oleh CNN Indonesia, Manager External Relation PT KPC Yordhen Ampung mengatakan “banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Kota Sangatta akibat curah hujan sangat tinggi, jadi tidak benar kalau banjir disebabkan oleh PT KPC,”.

Jika kita menilisik lebih dalam, apakah klarifikasi ini benar? Padahal data menyebutkan perusahaan batu bara raksasa ini sudah menguasai lahan wilayah Kutai Timur sejak 1982 atau 39 tahun lalu.

Luasan konsesi korporasi yang dimiliki sekitar 61.543 hektare, setiap tahun nya PT KPC memproduksi batu bara sebanyak 60 juta metrik ton dan 75% hasil produksi nya di ekspor ke luar negeri.

Sesungguhnya banjir yang dialami warga Kalimantan Timur sudah lazim dialami, berbagai pihak sudah menganalisis bahwa kejadian ini disebabkan oleh Krisis Iklim yang kemudian jika tidak di selesaikan akan terjadinya bencana alam dimana-mana. Masyarakat melihat bahwa bencana banjir hanya serta merta karena faktor cuaca, padahal lebih daripada itu.

Krisis iklim merupakan faktor penyebab utama atas peningkatan potensi bencana yang terjadi kemudian tentunya diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang terus menggerus alam dan lingkungan.

Termasuk kejadian yang dialami oleh masyarakat Sangatta yaitu disebabkan oleh pembukaan lahan hutan dan berganti menjadi tambang skala besar di wilayah hulu sungai Sangatta.

Krisis iklim terjadi salah satunya dikarenakan perusakan hutan yang menyebabkan pemanasan global, hal itu dikarenakan hutan memiliki fungsi yang sangat vital yaitu menyerap gas karbondioksida dan akan menghasilkan oksigen.

Sehingga jika banyaknya penggundulan hutan akan disebabkan oleh krisis iklim yang tidak menentu, artinya mengakibatkan cuaca ekstrem diantaranya curah hujan yang sangat tinggi. Kemudian juga akibatnya terjadi penyempitan dan pendangkalan sungai secara ekstrim yang menyebabkan air sungai sudah tidak layak dikonsumsi lagi.

Dalam hal ini, pemerintah setempat tidak boleh diam meratapi nasib warga nya yang sedang kesusahan, harus menerapkan aturan yang jelas dan memberikan sanksi administrative berupa memberikan bantuan kepada warga terdampak dan kemudian harus memberikan arahan agar ke depan bisa memulihkan hutan  dan menutup lubang tambang secara massif agar krisis iklim bisa diminimalisir.

Bicara soal isu ini dihadapan seluruh dunia, krisis iklim tidak boleh sama sekali di sepelekan karna akan mengalami dampak yang cukup luar biasa yaitu banjir bandang, kekeringan ekstrim, gagal panen untuk nelayan dan petani serta curah hujan akan berkurang yang mengakibatkan bahaya kebakaran hutan ekstrim ke depannya.

Berbagai begara sudah membicarakan terkait soal ini, salah satunya perjanjian iklim di Paris tahun 2015 untuk nol emisi di tahun 2050 dengan janji 196 pihak terlibat.

Indonesia telah menetapkan nol emisi, akan tetapi melenceng 20 tahun dari perjanjian itu yakni 2070. Itupun usaha-usaha mencapainya tidak seambisius dan sedarurat bencana iklimnya menurut Forest Digest.

Ancaman besar bagi kemakmuran  dan pembangunan global, dampak negative yang paling dirasakan ialah dibidang sector pertanian, kesehatan, sumber daya air serta kehutanan.

Perihal ini, pemerintah Indonesia harus mengutamakan permasalahan ini dengan upaya-upaya konkrit dan kemudian masyarakat juga harus sadar akan bahaya dari krisis iklim yang menerka Indonesia, khususnya Kota Sangatta yang mengalami peristiwa banjir besar yang disebabkan oleh krisis iklim.

Berkaca dari hal diatas, BEM KM UNMUL menyatakan sikap menindak tegas pihak tidak bertanggung jawab atas perusakan lingkungan yang mengakibatkan banjir di Kota Sangatta serta mengawal isu berkaitan persoalan krisis iklim yang terjadi di Indonesia.

  • Bagikan