Amanat Menjadi Batu Ujian Bagi Manusia

  • Bagikan
Aswan Nasution, Pengurus Wilayah Al-Washliyah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Priode 2019-2024

“Tatkala Allah SWT menawarkan (tugas-tugas keagamaan) kepada langit, bumi, dan gunung-gunung untuk dipikulnya, semuanya menolak. Mereka khawatir akan mengkhianatinya. Amanat itu lalu diemban oleh manusia. Namun manusia melalaikannya; sungguh ia sangat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72).


KESEDIAAN manusia memikul amanat merupakan sebuah pilihan yang menentukan.

Keputusan Allah di akhirat kelak, antara lain bergantung pada sejauh mana amanat dibawa oleh manusia.

“Ia akan menyiksa orang munafik serta musyrik, dan mengampuni orang mukmin” (baca QS. 33: 73).

Amanat menjadi batu ujian bagi manusia. Agar berhasil menjalankan amanat, manusia harus mampu meneguhkan sifat amanah (terpercaya karena jujur dan bertanggungjawab) di dalam dirinya.

Sifat amanah akan mengantarkan seseorang kepada kedudukan mulia. Kehidupan Nabi SAW – sungguh pun belum menjadi Nabi – adalah contohnya.

Sebagai orang yang amin (terpercaya), di kala umurnya belum mencapai 25 tahun, beliau sudah diamanati oleh Khadijah untuk mengurus bisnisnya yang beoperasi hingga ke Negeri Syam (Suriah).

Pada usia ke-35, para pemimpin suku Quraisy sepakat memberi beliau amanat menyelesaikan persengketaan soal siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad di tempatnya, di sudut Ka’bah.

Tugas-tugas tadi diselesaikan dengan baik, sehingga layaklah beliau bergelar Al-Amin.

Islam memandang sifat amanah sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan.

Konsekuensi beriman adalah mentaati semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Jadi, iman itu sendiri suatu amanat bagi seorang mukmin.

Karenanya Allah berpesan agar seorang mukmin senantiasa menunaikan amanat dan janganlah berkhianat.

Firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. 4: 58).

Pantulan dan jilmaan iman seseorang dapat tampak pada sikap dan sifat amanahnya di dalam menjalankan profesi, jabatan, atau kedudukan apa pun yang dipegangnya.

Seorang hakim akan dikatakan amin (terpercaya) jika menjunjung keadilan dalam memutuskan perkara. Pejabat yang amin (terpercaya) tentu mengutamakan pengabdian kepada rakyat dan negara.

Dalam kehidupan bermasyarakat, sikap saling amanah merupakan kekuatan moral yang bukan hanya mampu menepis berbagai kecurangan dan penipuan, melainkan sanggup pula memacu etos amal yang produktif.

“Dunia”, “tutur Nabi SAW, tak akan mengancam manusia sepanjang empat perkara dipertahankan: memelihara amanat, berbicara benar, berperangai baik, dan berusaha secara bersih.”

Wallahu a’lam bish shawab.
Semoga bermanfaat…
Wassalam.


Penulis, Alumni 79′ Al-Qismul ‘Aly, Al-Washliyah, Isma’iliyah, Medan, Sumatera Utara.
Pengurus Wilayah Al-Washliyah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Priode 2019-2024.

Penulis: Aswan NasutionEditor: Redaksi
  • Bagikan