Terkait Penegakan Hukum Industri Estraktif Ilegal, GMNI Kaltim Soroti Kinerja Kapolda

  • Bagikan
Ketua DPD GMNI Kaltim Andi Muhammad Akbar

SAMARINDA – Menjelang Hari Anti Tambang (HANTAM) yang jatuh pada 29/05/2021, Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Kalimantan Timur (DPD GMNI KALTIM), mendesak Kapolda Kaltim dalam penegakan hukum terkait maraknya tambang ilegal.

Hal itu dilakukan guna penyelamatan sumber daya alam terkhusus di Kaltim. Saat ini Kaltim bisa dikatakan sebagai daerah yang rawan mendapatkan bencana akibat tidak adanya keseimbangan dalam penyelamatan lingkungan.

Ketua DPD GMNI Kaltim Andi Muhammad Akbar, melontarkan kritik keras kepada Kapolda Kaltim, Irjen Pol Herry Rudolf Nahak. Akbar menilai Kapolda Kaltim tidak mampu berbuat banyak di tengah maraknya tambang ilegal.

Ketidakmampuan tersebut menurutnya layak dipertanyakan. Mengingat aparat berbaju coklat ini punya struktur sampai tingkat kecamatan bahkan desa, hingga mustahil tidak mampu mengendus adanya praktek tambang ilegal.

“Selama sembilan bulan Kapolda Kaltim tak mampu menjatuhkan sanksi terhadap tambang ilegal yang jelas nantinya akan menimbulkan kerugian keuangan negara sudah tentu dampak lingkungan yang ditimbulkan,” kata Bung Akbar, sapaannya.

Mantan Presiden BEM Fisip Unmul ini menambahkan berdasarkan hasil Investigasi Ombusman Republik Indonesia (ORI) dalam penyelidikannya di 2019, mayoritas tambang ilegal yang berada di Kutai Kartanegara melibatkan ormas dan pemodal dengan bekingan yang kuat.

“Tambang ilegal ini bisa kita lihat secara nyata, di daerah Tenggarong Seberang, Marangkayu, Samboja, Jalan poros Samarinda-Bontang hingga kejadian viral di media sosial saat camat Tenggarong dipukul oleh para penambang ilegal,” sambungnya.

Dampak dari prilaku perusakan lingkungan ini juga terasa jelas. Hal yang paling nyata, yakni beberapa akses jalan menjadi hancur dan rusak parah. Seperti kondisi jalan poros Samarinda-Bontang. Akses utama yang menghubungkan dua daerah ini semakin memperihatinkan. Menurutnya, salah satu penyebab rusaknya jalan akibat menjamurnya truk pengangkut batubara.

“Situasi ini semacam memberikan gambaran bahwa penegak hukum melakukan pembiaran atas tindakan ilegal sedang terjadi,” tegas akbar.

Terkait aktivitas pengangkutan batu bara yang memakai jalan umum. Hal ini kerap kali  dijumpai oleh pengendara jalan. Lemahnya pengawasan penegak hukum juga jadi faktor merajalelanya penggunaan jalan umum untuk mengangkut batu bara.

Pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal yang dilakukan baik itu oleh pemerintah maupun aparat kepolisian selama tak hanya berdampak pada kerusakan jalan. Tak kalah seringnya terjadi, yakni penyerobotan lahan masyarakat. Kemudian kerusakan lingkungan lainnya, berupa banjir yang semakin parah serta tercemarnya tanah, air dan udara.

Dalam studinya, Conserve Energy Future menjelaskan bahwa pertambangan adalah salah satu pekerjaan paling berbahaya di dunia dalam hal risiko cedera, kematian, serta efek kesehatan jangka panjang yang terkait dengannya. Efek jangka panjang pertambangan batubara yakni gangguan pernapasan pneumokoniosis, asbestosis, dan silikosis.

Dalam artikel The Harvard College Global Health Review  Dr. Michael Hendryx, peneliti dari West Virginia University, mengatakan pekerja dan masyarakat yang berada dekat pertambangan batu bara terganggu risiko kematian lebih tinggi akibat penyakit jantung, pernapasan, dan ginjal kronis.

Belajar dari studi tersebut, tentu menjadi alarm tanda bahaya untuk masyarakat Kaltim. Mengingat hampir seluruh tambang di Kalimantan Timur berdekatan dengan pemukiman warga.

Menurut Akbar,  hal yang mesti disadari oleh pihak kepolisian bahwa persoalan pertambangan di Kaltim telah akut dan butuh penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu.

Selain tambang ilegal, berikut dengan masalah penggunaan jalan umum sebagai jalan hauling tambang ilegal, ada juga persoalan besar terkait tambang lainnya.

Momok menakutkan itu, yakni terksit banyaknya lubang tambang yang tersebar hampir di seluruh wilayah Kalimantan Timur. Lubang tambang yang sampai saat ini tidak direklamasi, dibiarkan menganga menjadi ancaman yang sudah merenggut puluhan nyawa.

Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) ada 1.735 lubang tambang yang dibiarkan menganga oleh perusahaan. Pembiaran lubang tambang tanpa reklamasi tersebut telah menelan 39 nyawa anak tak berdosa.

“Proses hukum yang dilayangkan oleh orang tua korban juga tak pernah digubris. Belum lagi anggaran reklamasi yang wajib disetorkan oleh perusahaan juga tak tahu kemana larinya. Kapolda seakan bungkam terhadap semua permasalahan ini,” timpalnya.

Bung Akbar menambahkan bahwa masalah besar terkait pertambangan di Kaltim menjadi dasar bagi DPD GMNI Kaltim untuk selalu memberikan kritik yang bersifat objektif. Karena menurutnya, saat ini keadilan terhadap pemulihan lingkungan masih tak kunjung terselesaikan.

“Entah mereka menunggu apa. Tunggu bencana lebih besar lagi atau adanya korban jiwa lagi baru mereka mau sadar bahwa pentingnya menindak tegas para pelaku kejahatan lingkungan dan merawat ekologis serta pemulihan hutan di Kaltim,” tutupnya.


Reporter : Muhammad Faridzul Rifqi

  • Bagikan