TANTANGAN PENDIDIKAN UNTUK GENERASI Z

  • Bagikan

Generasi milenial tak lama lagi akan digeser keberadaannya dengan kehadiran penerus mereka, yaitu generasi Z atau Gen Z. Menurut analisis baru dari Bloomberg of United Nation data, Gen Z akan memiliki jumlah 32 persen dari populasi global di tahun 2021. Angka ini akan mengalahkan jumlah generasi milenial yang menurut laporan adalah mereka yang lahir di antara tahun 1980-2000.

Tantangan nyata bagi Generasi Z yang hidup di zaman modern dan serba canggih seperti sekarang ini telah menuntut kita untuk dapat berlaku bijak dan proporsional dalam menyikapi kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi yang begitu pesat hingga menembus berbagai lini kehidupan manusia baik secara individu maupun dalam lingkup sosial masyarakat, sungguh tidak terbendung lagi. Dan produk-produk teknologi yang hingga detik ini terus berkembang cepat serta selalu melahirkan generasi baru salah satunya adalah gadget.

Pendidikan secara umum merupakan pranata kehidupan manusia, untuk membentuk jati diri dan membangun generasi umat yang lebih berkualitas. Keluarga menjadi institusi pertama dan utama dalam memberikan pendidikan bagi anak-anak, sedangkan sekolah sebagai institusi formal tempat buah hati menimba ilmu dan mengembangkannya. Proses pendidikan itu sendiri harus dapat mentransformasikan beragam ilmu pengetahuan, sikap perilaku dan pengabdian dalam kehidupan secara komprehensif termasuk langkah-langkah cerdas memanfaatkan buah karya dari kemajuan teknologi.

Tidak dapat dipungkiri, globalisasi zaman mendorong manusia untuk mengenal dan menguasai canggihnya teknologi, semisal gadget. Kehidupan generasi gadget secara langsung maupun tidak langsung menuntut internet menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, sangat diperlukan ikhtiar untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam proses mendidik anak-anaknya yang kaitannya dengan keselamatan mengoperasikan gadget. Jika tidak, semua rujukan dan guru mereka adalah apa yang ada di internet. Memang internet memudahkan, tetapi internet dan gadget tidak pernah bisa mengajarkan tata-krama, adab dan akhlaq. Sebab, hal itu hanya dapat diperoleh dengan melihat dan langsung bersentuhan dengan para guru, kiai dan ulama.

Pada lingkup keluarga, mendidik generasi gadget tidak lantas melakukan pembiaran terhadap anak-anak untuk bebas mengakses gadget atau sebaliknya melarang sama sekali, karena cepat atau lambat anak-anak zaman sekarang akan berkenalan juga dengan yang namanya gadget. Pihak orang tua harus hadir mendampingi anak-anaknya di saat mereka sedang membutuhkan aktivitas tambahan dan atau hiburan yang melibatkan gadget. Harus ada batasan dan aturan yang disepakati antara orang tua dan anak-anak sebelum perijinan pemakaian gadget dikeluarkan.

Kepedulian orang tua terhadap perkembangan pendidikan buah hatinya juga dapat diterapkan dengan langkah menjadi teman sebaya bagi anak-anak. Sehingga ketika anak-anak ingin bermain gadget, orang tua dapat menyarankan aplikasi yang melibatkan kegiatan bersama antara anak dan orang tua. Hal ini bertujuan agar kontak atau interaksi orang tua dengan anak akan menjadi semakin baik dan kuat. Termasuk juga ketika anak ingin menonton televisi, orang tua harus peduli dan siap menemani. Pilihkan tayangan televisi yang edukatif demi pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan memberi motivasi bagi anak-anak.

Peran pendidikan di lingkungan sekolah turut andil memperkokoh benteng pertahanan dalam diri generasi bangsa untuk menghadapi pengaruh konten gadget yang terkadang tidak kita harapkan. Para pendidik di sekolah memiliki tanggung jawab yang sama dengan orang tua di rumah dalam hal melindungi anak didik dari dampak negatif yang sewaktu-waktu dapat ditimbulkan oleh gadget. Guru harus aktif dan berkesinambungan memberi pemahaman terkait keselamatan penggunaan media gadget apabila berada di tangan anak-anak dan remaja pada umumnya.

Guru di sekolah juga dapat merancang program-program kegiatan untuk peserta didik berupa aktivitas yang berhubungan dengan pengembangan bakat minat, contohnya kegiatan ekstrakurikuler, mengadakan bimbingan belajar kelompok dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu senggang anak didik ketika di rumah, karena waktu luang sangat berpotensi menimbulkan rasa bosan sehingga mendorong keinginan anak untuk bermain gadget. Karena itulah, tidak ada salahnya memberi tugas kepada anak didik untuk menyibukan hari-harinya dengan hal-hal positif yang tentunya berhubungan dengan penguatan pendidikan karakter.

Cukup jelas sekiranya peranan pendidikan dalam upaya menyelamatkan generasi bangsa dari doktrin gadgetisasi yang cukup marak dewasa ini. Lingkungan keluarga dan sekolah harus mampu menjadi wadah sekaligus wahana untuk merekonstruksi anak-anak yang eksesif terhadap gadget. Dengan kata lain, proses pendidikan anak saat di rumah dan di sekolah harus bersinergi dan terintegrasi dengan baik. Harapannya, ketika anak-anak kita sengaja ataupun tidak sengaja harus bersinggungan dengan dunia teknologi berupa gadget, mereka sudah mampu menempatkan dirinya dan memanfaatkan gadget secara tepat guna.

Akhirnya, dapat ditegaskan bahwa berbagai upaya yang telah dilakukan harus disertai dengan penguatan spiritual dalam diri anak-anak sejak dini. Terjadinya dekadensi moral generasi bangsa boleh jadi disebabkan oleh minimnya asupan siraman rohani dan materi pembelajaran yang meningkatkan kualitas pemahaman terhadap ajaran agama. Oleh karenanya, penajaman nilai-nilai agama bagi putra-putri harapan bangsa menjadi kewajiban setiap orang terlebih-lebih ayah bunda di rumah dan pendidik di sekolah.

  • Bagikan