JIWA KEPAHLAWANAN

  • Bagikan

Penulis : ASWAN NASUTION

Pada 10 Nopember bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Pahlawan.

Pada tanggal tersebut, telah terjadi pertempuran yang sengit antara pejuang Indonesia dan tentara sekutu pada 1945 di Surabaya.

Rakyat Indonesia bahu membahu dengan keberanian dan pengorbanannya untuk mempertahankan kemerdekaan Indobesia.

Hal yang patut disimak dari peristiwa ini adalah adanya keberanian dan pengorbanan yang mereka persembahkan.

Keimanan yang kuat serta keteguhannya dalam memegang nilai-nilai Islam membuat mereka dengan sukarela mengorbankan jiwa mereka untuk meraih apa yang diyakininya.

Al-Quran memuji ketegaran dalam perang, dan sebaliknya membenci para pengecut dan orang-orang yang takut pada resiko kematian.

Kehidupan bagi mereka para pahlawan adalah perjuangan. Mereka tidak memikirkan apakah nantinya mereka akan ikut menikmati hasil perjuangan atau tidak. Mereka melakukannya hanya untuk memperoleh bekal akhirat. Mereka melakukannya untuk dipersembahkan dan dinikmati oleh generasi berikutnya.

Sosok pahlawan memang merupakan contoh perbuatan yang baik, karena telah berani meletakkan kepentingan umum atau bersama di atas kepentingan pribadinya.

Ia rela menukarkan jiwanya asalkan orang banyak atau masyarakatnya mendapatkan manfaat dari pengorbanannya itu.

Maka suatu hal yang wajar jika negara dan bangsanya menempatkan mereka dalam posisi yang terhormat ; seperti memberikan gelar, bintang, tanda jasa, diabadikan namanya dalam monumen, bangunan, tempat, jalan, dan lainnya.

Itulah penghargaan yang bisa diberikan bangsa kepada pahlawannya, apakah para pahlawan itu memetik hasil perjuangannya di negeri akhirat ? karena ia sudah wafat ? itu lain soal.

Di dalam konsep Islam, pahlawan bisa juga disebut syahid atau syuhada, sedangkan perbuatannya disebut jihad.

Arti jihad adalah: Bekerja sungguh-sungguh, berjuang, berperang, dan sebagainya di jalan yang diperintahkan dan yang diridhai Allah dan Rasul-Nya (lihat terjemah Bulughul Maram Bab Jihad).

Konsep jihad menurut Islam sudah tertuang di dalam Al-Qur’an di pelbagai surat, juga dalam sejumlah hadits Rasulullah SAW. Salah satu konsep jihad terdapat dalam surat Ash-Shaf ayat 10-12 :

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.

Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ketempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar”. (Ash-Shaf : 10-12)

Dari surat Ash-Shaf ayat 10-12 ini dapat ditarik sebuah konsep jihad yang meliputi paling tidak bahwa jihad dilakukan dengan harta dan jiwa, dengan jihad Allah akan mengampuni segala dosa, dan balasan jihad adalah surga ‘Adn.

Kemudian konsep jihad di jalan Allah, Nabi Muhammad SAW. menegaskan di dalam sebuah haditsnya ;
“Dari Abi Musa Al-Asy’ari, ia berkata; telah bersabda Rasulullah SAW : “Siapa saja berperang karena meninggikan Kalimatullah itulah yang paling tinggi, maka adalah ia di jalan Allah”. (Muttafak alaih).

Terkait dengan semangat Jihad dengan pekikan takbir yang dikumandangkan oleh Bung Tomo untuk menggalang kekuatan rakyat Surabaya demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Maka sejarah telah mencatat, di pagi hari tanggal 10 November 1945 Bung Tomo mengucapkan pidato radio yang isinya antara lain.

“Bismillahirrahmanirrahim, Merdeka…!
Saudara…Saudara sekalian! Kita diserang, maka kita sekarang akan menyerang. Darah pasti akan banyak mengalir. Jiwa akan banyak melayang.

Tetapi pengorbanan kita tidak akan sia-sia. Anak cucu kita di kemudian hari, Insya Allah pasti akan menikmati segala hasil perjuangan kita…Majulah…Hancurkan lawan kita. Tuhan pasti bersama kita, kita pasti menang, kemenangan akhir pasti kita capai…Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!!!.

Demikian sepotong pidato yang yang dikumandangkan oleh Bung Tomo untuk menggerakkan dan mengajak seluruh rakyat untuk membela kemerdekaan mengusir para penjajah.

Dengan semangat Allahu Akbar, pekikan takbir berintikan tauhid kepada Allah, seluruh penduduk pejuang membela kebenaran, menegakkan keadilan, sehingga kaum penjajah ankat kaki dari bumi Indonesia.

Maka dengan perjuangan rakyat Surabaya ketika itu yang bangkit dengan semangat jihad tersebut akhirnya dilestarikan dalam sejarah menjadi Hari Pahlawan Nasional.

Dengan demikian, kehidupan saat ini adalah hasil perjuangan para pejuang-pejuang dan para pahlawan yang dengan keberanian dan pengorbananya mampu mengusir para penjajah.

Pada hari ini kita membutuhkan pahlawan-pahlawan yang berjuang bukan untuk kepentingan kelompok dan golongan atau pribadi, tapi pahlawan yang berjuang dan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara yang sedang terpuruk ini.

Para pahlawan baru yang dengan penuh dedikasi, mengamalkan apa yang Rasulullah SAW sabdakan :
“Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat bagi orang lain.”

Jiwa kepahlawanan seperti ini yang harus ditumbuhkan saat ini. Saat bangsa ini membutuhkan putra-putra terbaik, yang rela berkorban demi kepentingan bangsa dengan dilandasi keyakinan akan kehidupan hari nanti.

Jiwa kepahlawanan yang mampu mengisi seluruh relung kehidupan.

Semoga jiwa-jiwa kepahlawanan yang kita miliki mampu membawa bangsa Indonesia keluar dari kemelut permasalahan yang menimpanya.

Akhirnya, mari kita simak ungkapan salah seorang Presiden Amerika Serikat pernah berkata : “What can I do for my country not what can my country do for me.” Artinya: Apa yang dapat saya perbuat untuk Negara saya bukan apa yang diperbuat negara untuk saya.”

Nashrum Minallahi Wa Fathun Qariib Wa Basysyiril Mu’minin.

Walahu A’lam Bish Shawab.

Baca Juga : Menyambut Bulan Maulid Meningkatkan Amal Sosial

  • Bagikan