Jangan Tinggalkan Kami, Ramadhan

  • Bagikan
Aswan Nasution

RAMADHAN


WAHAI saudaraku, tidak terasa seiring dengan perjalanan waktu begitu cepatnya berlalu, Ramadhan sebentar lagi akan meninggalkan kita.

Wahai Ramadhan tercinta, engkau akan pergi meninggalkan kami, alangkah pahitnya hari-hari ini tanpa dirimu.

Sehingga akhirnya kami harus bertanya pada diri kami sendiri: wahai jiwa bagaimana keadaan kami setelah Ramadhan nanti?!

Wahai saudaraku, kita harus bersedih hati dan menangis atas kepergian Ramadhan yang mubarak ini.

Kami tidak mampu menahan perasaan sedih dari kenikmatan iman dan ketaatan yang akan pergi begitu saja.

Rasanya baru saja kami telah melakukan shalat tarawih berjamaah dan puasa, membaca Al Qur’an dan menunaikan qiyamul lail.

Dan berzikir kepada Allah SWT serta berdo’a dengan khusyuk, bersadaqah, senantiasa berbuat kebaikan dan mempererat silaturrahmi.

Beberapa waktu yang lalu kami juga sama-sama sangat merasakan ketenangan jiwa dan eratnya hubungan kami kepada Allah SWT.

Ketika kami mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an di bulan Ramadhan, hati kami terasa khsyuk.

Dan air mata kami mulai berjatuhan membasahi pipi, dan iman kami menjadi tebal, lebih khusyuk dalam beribadah kepada Allah SWT.

Kami telah merasakan kenikmatan iman di bulan Ramadhan, dan kami telah mengetahui apa arti sebenarnya dari disyari’atkannya puasa.

Kami juga telah merasakan nikmatnya menangis dan kenikmatan bermunajat di malam bulan Ramadhan.

Wahai Ramadhan, mengapa engkau secepatnya pergi berlalu begitu saja meninggalkan kami? engkau adalah teman yang baik bagi kami, engkau telah menolong kami.

Dan kami selalu bersama orang yang membaca Al-Qur’an dan orang yang berpuasa, yang selalu menafkahkan hartanya serta selalu melakukan qiyam Ramadhan.

Kami juga selalu bersama orang yang menangis, dan orang yang berdo’a serta orang yang khusyuk.

Wahai Ramadhan, engkau akan pergi! Keperpergianmu sungguh terasa pahit bagi orang-orang yang shalih.

Mereka menangisimu atas perpisahan dengan kesedihan yang mendalam…

Kepergian ini juga akan menjadikan pahit bagi orang-orang yang mendapatkan kemenangan.

sebab mereka telah kehilangan hari-harinya yang menyenangkan serta malam-malam yang mengembirakan.

Siangnya menjadi sadaqah dan puasa, sedangkan malamnya menjadi lantunan ayat Al-Qur’an dan qiyamul-lail.

Hembusan angin yang sepoi-sepoi diikuti dzikir dan do’a, kebaikanya adalah tetesan air mata pertaubatan kepada Allah Azza wajalla.

Mereka merasakan pahitnya berpisah dengan Ramadhan, dengan kesedihan hati yang mendalam.

Bagaimana tidak Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, bulan penuh ampunan dosa.

Bagaimana tidak, semua do’a pasti akan didengar, malapetaka pasti akan ditolak, kebaikan pasti akan terkumpul.

Bagaimana tidak, kami menangisi kepergiannya, dan kita tidak tahu apakah kita termasuk orang yang diterima amal kami oleh Allah SWT atau justru amal kami ditolak?!

Bagaiamana tidak, wahai saudaraku, kita juga tidak tahu apakah kita akan berjumpa lagi pada Ramadhan, atau kita sudah ke liang lahat?!

Ramadhan akan pergi jauh meninggalkan kita. Namun segala puji bagi Allah SWT, pintu rahmat Allah masih terbuka lebar-lebar dengan seluas-luasnya.

dan kebaikan masih lapang luas menunggu, sebelum maut tiba merenggut jiwa kita dan sebelum semua menjadi ratapan.

Semoga Allah memberikan berkah kepada kita dengan Al-Qur’an yang mulia, dan memberikan manfaat kepada kita dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Wahai saudaraku, meskipun kita meyakini bahwa kita tidak menuntut jiwa kita harus seperti ketika Ramadhan tiba.

Namun kita ingin jiwa dan hati kita dapat selalu dan terus menerus istiqamah dalam ketaatan hingga selalu dapat melakukan yang wajib.

Selalu ingat kepada Allah SWT, takut kepada-Nya dan selalu berhubungan baik dan kuat dengan- Nya.

Meskipun ketaatan ini hanya sedikit, namun dengan sedikit jika terus menerus lebih baik daripada banyak namun terputus-putus tidak istiqamah. Wallahu a’lam bish shawab.■

  • Bagikan