IPW: Rekonstrusi Penembakan FPI Tidak Masuk Akal, Penuh Rekayasa

  • Bagikan

JAKARTA – Ketua Presedium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S, Pane menyoroti kejanggalan dan kesalahan yang dilakukan kepolisian, dimana terjadi tiga pelanggaran SOP dalam kasus penembakan hingga tewas 6 laskar FPI.

“Yang jelas pelanggaran SOP itu membuktikan aparatur kepolisian melakukan pelanggaran HAM. Diharapkan Komisi III DPR dan Komnas HAM bisa melihat pelanggaran SOP tersebut,” Hal ini diungkapkan Neta S Pane kepada Jurnaltoday.id, Senin (14/12/20).

“IPW berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut IPW meminta Komnas HAM dan Komisi III DPR RI mau mencermati pelanggaran SOP yang pasti menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam penembakan enam laskar FPI.

Mengacu hasil rekonstruksi yang disampaikan Kadiv. Humas Polri Irjrn. Pol. Argo Yuwono atas enam kematian empat anggota FPI dalam mobil petugas polisi.

Yang pertama, empat anggota FPI masih hidup, dan dua yang lain telas tewas, menurut petugas tewas dalam baku tembak. Keempat laskar tersebut dibawa kedalam mobil tanpa di borgol, ini merupakan keanehan nyata dan enggak masuk diakal sama sekali, apalagi baru terjadi tembak menembak dan dua yang sudah tewas.

Kedua adalah memasukkan keempat anggota laskar FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi kedalam mobil yang berkapasitas delapan orang, artinya polisi empat orang dan laskar FPI empat orang, jelas tindakan irasional dan tidak masuk akal, ujar Neta S Pane.

Ketiga, lebih enggak masuk diakal lagi adalah bagaimana polisi tidak mempu melumpuhkan anggota FPI yang tidak bersenjata. Sehingga petugas polisi main hajar saja dengan menembak dengan jarak dekat, lagi-lagi enggak habis pikir dan tidak profesional sama sekali,” imbuhnya.

Dari ketiga kecerobohan tersebut, terlihat bahwa aparat kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan enam nyawa melayang, terkhusus keempat nyawa yang ditembak dengan jarak dekat di dalam mobil petugas.

Oleh karenanya, Komnas HAM dan Komisi III DPR RI mendesak dibentuknya Tim Independen Pencara Fakta agar kasus ini terang benderang.

“Cukup di sayangkan Jokowi mengatakan di Istana tidak perlu membentuk Tim Independen Pencari Fakta, berarti sama artinya bahwa Presiden tidak menginginkan kasus penembakan anggota FPI ini diselesaikan tuntas dengan terang benderang. Sehingga komitmen penegakan supremasi hukum Presiden Jokowi dipertanyakan,” pungkas Neta S Pane. (*)

  • Bagikan