GMNI FISIP UNMUL Gelar Diskusi Online Menyikapi Masalah Tantangan Pendidikan Indonesia

  • Bagikan

SAMARINDA – DPK GMNI FISIP UNMUL ( Dewan Pengurus Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman) mengadakan diskusi daring mengangkat topik Masa Depan Pendidikan Indonesia, Mungkinkah Bisa Menjawab Permasalahan Bangsa, yang melibatkan mahasiswa dari perguruan tinggi dari berbagai daerah. Diskusi via online tersebut turut diundang pemateri dari Dosen FISIP UNMUL & DPK GMNI UNAS Cabang Jakarta Selatan.

Komite Kaderisasi DPK GMNI UNMUL, Ikzan Nopardi dalam penyampaian materinya mengatakan hakikat pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan Tinggi di era Sukarno melahirkan dua Undang-Undang yaitu ;
UU No 4 Tahun 1950 Tentang Dasar-dasar pendidikan dan mengajaran di sekolah dan UU No 22 Tahun 1961 Tentang Perguruan Tinggi sementara di era Soeharto munculnya berbagai kebijakan terkait pendidikan dan mulai nya Liberalisasi Pendidikan. 

Sejak saat itu efek neo-liberalisme terhadap pendidikan mulai terasa.  Hadirnya lembaga-lembaga Internasional seperti, IMF ( International Monetary Fund), Bank Dunia ( World Bank), dan WTO ( World  Trade Organization) yang berfokus pada sektor pendidikan menjadikannya condong dalam orientasi bisnis, pendidikan tidak lagi berlandaskan pada realita sosial (knowladge-based economy) dan banking education.

Di Indonesia efek tersebut mulai terasa saat Indonesia menjadi anggota WTO. Selanjutnya adanya klasterisasi perguruan tinggi (PTN-BH, BLU, Satker) Hingga UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi akibatnya menaikan biaya Pendidikan (UKT/SPP), pemberian hak otonomi kampus, membuka Program kelas Internasional, text melakukan kerja dengan pihak Industri.

Hal tersebut diperparah lagi dengan lahirnya RUU  OMNIBUS LAW, dimana sektor pendidikan coba dilepaskan dari falsafahnya sebagai pondasi budaya bangsa, hasil pendidikan sebagai komoditas, kehidupan akademis diletakan sebagai pusat layanan industri, dihapusnya norma kebudayaan sebagai dasar pendidikan Indonesia, tidak ada ketentuan standart pendidikan tinggi, tidak ada ketentuan standart pendidikan tinggi dan penghapusan denda atau sanksi pidana bagi penerbit Ijazah palsu.

” Kesimpulannya ialah kita tahu bahwa sistem pendidikan saat ini benar-benar bermasalah tetapi kita masih saja tunduk pada kondisi permasalahan itu. Semestinya perhatian lebih dari negara diberikan pada isu-isu pendidikan. Menghancurkan negara manapun tidak perlu memakai bom atau penggunaan rudal jarak jauh. Itu hanya membutuhkan penurunan kualitas pendidikan. Karena, runtuhnya pendidikan adalah keruntuhan sebuah bangsa,”pungkas Bung Iksan sapaannya saat menjelaskan pada Jumat (11/9/2020).

Sementara itu Sekretaris DPK GMNI UNAS Cabang JAKSEL Abia Indou menerangkan tentang pemberangusan ruang demokrasi dalam lingkungan kampus bahwa rentetan di masa lalu yang menyebabkan pendidikan di Indonesia saat ini tidak jelas.

Pendidikan saat ini, mahasiswa di jadikan obyek dalam akumulasi kapital. Sistem pendidikan saat ini sangat membatasi ruang gerak siswa maupun mahasiswanya ketika akan bersuara dan berfikir kritis artinya Sistem pendidikan saat ini tidak berjalan sesuai dengan tujuan dan cita-cita, tidak berjalan secara demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

“Akibatnya terdapat beberapa mahasiswa yang di DO akibat dari berfikir kritis dan memprotes kebijakan kampus yang sama sekali tidak memihak mahasiswa. Kampus yang seharusnya melindungi mahasiswanya justru malah sebaliknya,” terangnya

Selanjutnya. Dosen FISIP UNMUL, Zulkifli Abdullah yang turut bergabung sebagai pembicara menerangkan tentang kebijakan yang salah satunya ialah ada empat kebijakan kampus merdeka yang diantaranya sistem akreditasi, hak belajar di luar Prodi (Program Studi), pembukaan Prodi baru dan kemudahan menjadi PTN-BH.

Mengenai hak belajar di luar Prodi yang dimaksudkan ialah redefinisi SKS  – Dari “Jam Belajar” menjadi “Jam  Kegiatan”.

“Kalau pembukaan Prodi baru adalah  menjalin kerjasama dengan Mitra, Seperti: Perusahaan, Organisasi Nirlaba, Perguruan Tinggi Internasional, Organisasi Multilateral sedangkan kemudahan menjadi PTN-BH yang dimaksud bahwa PTN –BLU dan SATKER diberi Kebebasan untuk mengubah status menjadi PTN-BH,” papar Dosen muda ini.

Setelah selesai pemaparan materi, para peserta diberikan kesempatan untuk sesi dialog tanya jawab. Kegiatan tersebut berlangsung pada pukul 15.00 WITA hingga diakhiri sampai sekitar pukul 17.10 WITA.(Red)

  • Bagikan